Kemajuan wisata kesehatan negara-negara tetangga bukan hasil kerja semalam. Korsel misalnya, sudah lebih dari satu dekade serius menggarap ceruk industri medical tourism tersebut. Booming operasi plastik di negeri tersebut berkelindan dengan meledaknya K-Wave di seluruh dunia sejak awal milenia baru.
K-Wave, instrumen soft power Korsel sudah mulai mewabah sejak milenia 2000-an awal. Begitu tren Harajuku Jepang menepi, Korea dengan K-Pop dan K-Drama menebarkan pengaruh yang semakin besar termasuk standar kecantikan ala Korea, K-Beauty, yang mendewakan rahang runcing (V-shape), kulit putih glowing, tanpa kerutan dan mata besar berkelopak.
Sementara health tourisme Penang sudah dirintis sejak 2006 silam dan kini menjelma menjadi destinasi wisata medis populer di Asia yang dikenal lengkap serta terjangkau.
Pemerintah setempat juga tidak main-main dalam menggeber sumber penarik devisa baru itu. Melansir media lokal, pemerintah Korsel disebut menginvestasikan sekitar US$ 1 miliar per tahun untuk membangun infrastruktur pendukung medical tourisme terutama untuk prosedur operasi kosmetik.
Nilai investasi besar itu tak segan digelontorkan karena efek berganda dari sektor ini memang bisa efektif menarik banyak devisa mengalir ke dalam negeri. Pengeluaran turis di segmen tersebut bisa mencapai 10 kali lipat dari turis biasa, seperti dilaporkan oleh The Korea Herald. Terlebih bila menilik kue bisnis pariwisata medis global diprediksi akan menembus US$346,1 miliar pada 2032 dari sebesar US$115,9 miliar dari 2022.
Kajian yang dilakukan Expert Market Research memperkirakan valuasi pasar dari industri operasi kecantikan Korea Selatan pada 2023 mencapai US$1,7 miliar, sekitar Rp27,55 triliun dengan kurs dolar AS saat ini. Valuasi industri permak wajah ala K-Beauty itu diprediksi mencatat CAGR sebesar 13,20% selama periode 2024-2032 sehingga pada 2032 nilainya bisa sebesar US$5,19 miliar.
Korsel menargetkan bisa menarik 700.000 pasien asing setiap tahun mulai 2027 nanti. Tahun lalu sekitar 606.000 pasien asing datang kesana untuk mendapatkan perawatan di mana separuh di antaranya melakukan prosedur kosmetik atau dermatologis, menurut Kementerian Kesehatan Korea.
Angka itu melejit 2,4 kali lipat dibanding 2022 dan menjadi yang tertinggi sejak 2009 ketika negeri itu mulai menarik pasien asing untuk datang.
Gelombang turis asing yang datang untuk perawatan kulit dan operasi plastik tahun lalu di Korea naik tajam. Pada 2022, hanya sebanyak 12,3% dan 15,8% dari total turis asing yang datang berobat. Namun, tahun lalu naik masing-masing jadi 35,2% dan 16,8%. Warga Jepang menjadi yang terbanyak di daftar pasien asing, mencapai 31% dari total turis medis. Pasien dari Tiongkok, AS, Thailand dan Mongolia menyusul di belakangnya.
Langkah Awal
Agar opportunity loss tidak semakin besar, pemerintah akhirnya bergerak memacu dukungan untuk medical tourism. Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bergandengan untuk mendorong pembangunan health tourism di Tanah Air agar tidak makin ketinggalan dari negara lain.
Pembangunan wisata kesehatan membutuhkan kesiapan infrastruktur bukan hanya fisik melainkan juga tenaga medis seperti dokter spesialis juga tenaga perawat. Data Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) 2021, baru ada 44 rumah sakit di Indonesia yang mengantongi akreditasi internasional.
Sebanyak 26 di antaranya memiliki sertifikat dari Joint Commission International (JCI) dan satu rumah sakit telah mendapatkan akreditasi dari Accreditation Council of Health Care Standard. Kemudian 13 rumah sakit terakreditasi oleh komite akreditasi rumah sakit internasional dan empat rumah sakit terakreditasi internasional.
Sementara untuk mendongkrak ketersediaan tenaga kesehatan, seperti dokter, pemerintah membuka lebar masuknya dokter-dokter asing ke Indonesia, yang belakangan menuai protes dari komunitas kesehatan.
Pusat destinasi wisata kesehatan juga sudah diinisiasi, salah satu yang pertama adalah pembangunan Sanur Health Special Economic Zone di Bali. Menyusul beberapa titik lagi seperti pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus untuk sektor kesehatan di BSD City, Tangerang Selatan, juga yang terakhir disebut di PIK, Jakarta Utara yang masuk dalam kelompok Proyek Strategis Nasional.
Sandiaga Uno, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, optimistis, wisata kesehatan di Indonesia bisa menarik 20 juta wisatawan, tanpa menyebut kapan itu bisa diwujudkan. Pasalnya pada 2022 saja, turis asing yang datang untuk melakukan perawatan kesehatan saja baru sebesar 2,5 juta orang. Sementara pada 2023, diperkirakan sebanyak 3 juta turis yang diprediksi meningkat jadi 5 juta orang pada 2028.
Tahun lalu, total kunjungan turis asing ke Indonesia mencapai 11,68 juta kunjungan, naik lebih dari 98% dibanding 2022 seiring dengan berakhirnya status pandemi Covid-19. Namun, angka itu belum menyamai masa prapandemi.
Sumber devisa baru
Memacu pertumbuhan industri pariwisata menjadi kebutuhan penting bagi Indonesia yang membutuhkan pasokan devisa lebih banyak dari sektor riil, demi memberikan sokongan lebih besar bagi rupiah.
Selain berkaca pada Penang dan Seoul, keberhasilan Thailand mengembangkan industri ini penting untuk diikuti.
Thailand pada tahun lalu mencatat kunjungan turis asing hingga 28,15 juta kunjungan dan menargetkan kunjungan turis asing sebanyak 36,7 juta kunjungan. Target yang mungkin tercapai mengingat pada Semester 1-2024, kunjungan turis asing di sana sudah menembus 17,5 juta kunjungan. Nilai pendapatan yang dikantongi Thailand dari industri ini diperkirakan mencapai US$95 miliar tahun ini, berlipat dari tahun lalu yang ditaksir sekitar US$32,65 miliar.
Sementara Filipina banyak mendapatkan pasokan devisa dari remitansi tenaga kerja mereka di luar negeri yang banyak berkiprah di sektor hospitality dan jasa mulai dari asisten rumah tangga, perawat, teknisi, pelayan toko, pekerja sektor jasa lain dan sektor-sektor lain. Nilai remitansi yang masuk ke Filipina dari 2,3 juta warganya yang bekerja di luar negeri mencapai US$37,2 miliar pada 2023, menyumbang 8,5% PDB dan 7,7% pendapatan nasional.
Indonesia memiliki potensi besar untuk menggarap sektor-sektor itu agar pasokan devisa masuk ke perekonomian bisa semakin besar, bukan hanya mengandalkan devisa dari ekspor sumber daya alam, apalagi sekadar berharap arus masuk modal asing ke pasar keuangan yang volatilitasnya tajam.
Tanpa langkah lebih cepat, alih-alih mengundang turis asing masuk agar devisa bisa dipanen. Yang terjadi justru gelombang eksodus orang Indonesia yang makin banyak pergi ke luar negeri untuk berwisata. Ujung-ujungnya menguras devisa keluar dan merugikan perekonomian domestik.
-- dengan bantuan laporan dari Dinda Decembria.
(rui/aji)