Investor asing saat ini menguasai 27% dari total SRBI yang beredar di pasar. Sementara perbankan domestik memiliki 64% SRBI dan investor nonbank domestik sebanyak 6%.
"Arus masuk asing yang lebih rendah dan pembelian SRBI oleh investor domestik yang lebih tinggi bisa memicu efek crowding out yang lebih serius," kata Head of Research Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro dan Analyst Drewya Cinantyan, dalam catatan yang dikutip, Kamis (11/7/2024).
SRBI pada mulanya dirancang untuk menarik modal asing masuk agar suplai valas di dalam negeri meningat sehingga membantu penguatan rupiah. "Namun, instrumen tersebut akhirnya menguras likuiditas dalam negeri yang seharusnya bisa disalurkan ke obligasi pemerintah atau ke pasar saham," jelas analis.
Sejak diterbitkan pada September tahun lalu, BI telah menjual sedikitnya Rp721,06 triliun SRBI hingga akhir Juni. Yang terjadi sejauh ini, penerbitan SRBI yang ditawarkan dengan imbal hasil jauh lebih tinggi, jauh di atas bunga acuan BI rate dan mengalahkan yield obligasi negara (SBN) tenor terpanjang sekalipun, telah menarik nyaris semua dana di pasar merapat kesana.
Implikasinya, likuiditas kian seret di pasar saham, obligasi serta deposito perbankan.
Dana-dana dari pemodal domestik jadi lebih banyak tersedot ke instrumen bercuan tinggi itu. "Data kami memperlihatkan, posisi bank-bank komersial di SRBI dan SBN secara bulanan bergerak ke arah berlawanan, mengisyaratkan adanya transfer likuiditas [dari SBN ke SRBI]," jelas analis Bahana.
Investor asing juga lebih banyak menyerbu SRBI saat ini. Asing membukukan posisi net buy di SRBI sebesar Rp139,9 triliun, sejak awal tahun hingga 4 Juli lalu. Pada saat yang sama, posisi asing di obligasi negara dan saham masih net sell masing-masing sebesar Rp32,58 triliun dan Rp9,06 triliun.
Likuiditas Perbankan Ketat
Para bankir sudah menegaskan situasi keketatan likuiditas saat ini, terutama karena kehadiran SRBI yang secara langsung menyedot duit asing kesana.
“SRBI kali ini merupakan tujuan utama bagi mereka net inflow sebesar US$4,1 miliar year-to-date, di sisi lain investor asing mencatat outflow dari pasar obligasi dan pasar saham total US$2,1 miliar,” kata Direktur Utama Bank BNI Royke Tumilaar, dalam rapat kerja bersama DPR-RI pada 8 Juli lalu.
Arus modal asing tertarik masuk dan menstabilkan rupiah. Akan tetapi, pada saat yang sama, kata Royke, likuiditas rupiah terserap besar melalui instrumen operasi pasar terbuka yang saat ini Rp890 triliun, atau 3 kali lipat dari posisi pra pandemi yakni SRBI 70% dari total operasi pasar terbuka. “Kesimpulannya likuiditas agak ketat,” kata Royke.
Direktur Utama BTN Nixon L.P. Napitupulu menyatakan hal senada. Likuiditas di pasar saat ini makin mahal. Di mana hal tersebut membuat BTN terpaksa memangkas target pertumbuhan kredit tahun ini menjadi hanya 10%-12%. Pada kuartal-I 2024 kredit BTN mampu tumbuh 14,8%.
“14,8% ini mungkin kita akan turunkan pertumbuhan hanya 10-12% di akhir tahun, karena likuiditas yang cukup mahal. Jadi jangan sampai kita salurkan kredit, lama-lama rugi. Kita salurkan lebih mahal daripada kalau kita beli lagi di market harga dananya,” jelas Nixon.
Bunga SRBI Turun
Bank Indonesia kemarin menggelar lelang rutin SRBI di mana bunga diskonto yang dimenangkan tercatat turun. Sentimen pasar yang relatif lebih baik dibanding pekan lalu, berimbas pada permintaan bunga diskonto SRBI yang lebih rendah dari para pelaku pasar. Rata-rata bunga diskonto penawaran dari peserta lelang berkisar di 7,48-7,60% untuk tenor 12 bulan, sudah turun dibanding lelang sebelumnya 7,50-7,70%.
Alhasil, BI akhirnya memberikan bunga diskonto dimenangkan di kisaran 7,499% untuk SRBI-12 bulan, turun dibanding lelang sebelumnya 7,521%. Itu juga karena animo penawaran masuk dalam lelang hari ini cukup besar mencapai Rp32,15 triliun dari sebelumnya Rp25,9 triliun.
Dalam lelang pertama pekan ini tersebut, BI akhirnya memenangkan sebesar Rp17,98 triliun, lebih kecil dibanding sebelumnya Rp18,64 triliun.
Bunga SRBI saat ini perlahan tapi pasti menjelma menjadi bunga de facto yang menentukan tingkat bunga pasar. Naik turun bunga SRBI langsung berimbas ke bunga di pasar meskipun BI rate tidak berubah di 6,25%.
Pergerakan IndONIA yang menjadi bunga referensi pasar uang antar bank, saat ini kembali naik ke 6,183% pada 10 Juli, tertinggi sejak 3 Juni lalu.
Sedangkan bunga JIBOR 1 bulan masih bertahan di 6,900%. Sementara JIBOR 3 bulan ada di 7,182%, serta JIBOR 6 bulan di 7,300%.
-- dengan bantuan laporan Mis Fransiska Dewi.
(rui/aji)