DPA sendiri adalah lembaga negara yang berkedudukan di bawah MPR. Ketika itu, DPA berarti setara dengan presiden, wakil presiden, DPR, Mahkamah Agung, dan Badan Pemeriksa Keuangan. DPA diganti dengan Watimpres yang posisinya di bawah presiden.
Isu kebangkitan DPA mencuat usai Prabowo berulang kali ingin menggandeng para pendahulunya ke dalam pemerintahan mendatang. Ide ini awalnya bernama Presidential Club yang kemudian mengarah pada kelembagaan serupa DPA.
Supratman memastikan DPA akan memiliki fungsi yang sama dengan Wantimpres yaitu memberikan nasihat dan pertimbagan kepada presiden. Secara kelembagaan, DPA juga tetap berada di bawah presiden dan bisa diawasi oleh DPR.
Meski demikian revisi UU Wantimpres akan memberikan keleluasaan kepada presiden menjabat. Rencananya, seperti RUU Kementerian Negara, presiden terpilih akan bebas menentukan jumlah anggota DPA. Padahal, saat ini UU Wantimpres membatasi jumlah anggotanya maksimal delapan orang.
DPR mengklaim tak adanya aturan soal jumlah DPA akan mempermudah presiden untuk menyesuaikan kebutuhannya dalam pemerintahan. Akan tetpai, hal ini justru semakin menyoroti potensi gemuknya pemerintahan mendatang dalam kaitan upaya membagi jabatan bagi banyak kelompok.
(red/frg)