Menanggapi hal itu Bhima menilai asumsi pelebaran defisit itu sangat jauh dari penetapan awal, sekaligus terlalu mendekati batas 3% yang diamanatkan undang-undang.
"Artinya kan APBN tahun ini sebenarnya dalam kondisi yang bisa dikatakan cukup berat, ini belum termasuk program Prabowo yang baru ke depan," kata Bhima.
Dia menjelaskan kondisi APBN saat ini cukup berat karena penerimaan pajak terkendala berbagai hal. Beberapa di antaranya adalah terjadinya penurunan harga komoditas, dan menurunnya pendapatan perusahaan yang membuat penerimaan pajak penghasilan (PPh) badan turut menyusut.
Selain itu, kebijakan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari semula 11% menjadi 12% juga akan menjadi beban berat bagi konsumen, khususnya kelas menengah.
"Adapula tekanan ekonomi dari sisi inflasi bahan makanan juga masih menghantui, indikator kendaraan bermotor penjualannya juga turun. Jadi ini adalah situasi global makro dan juga situasi domestik yang cukup menantang," papar Bhima.
Maka itu, dia menambahkan, kondisi ini menjadi pelajaran di masa mendatang agar level defisit anggaran sebaiknya berada di bawah angka 2,7%, bukan melebihi angka itu seperti yang sedang dirancang DPR dan pemerintah.
"APBN harus dijaga, tentunya jangan sampai pelebaran defisit APBN menjadi pembenaran untuk melakukan kenaikan harga-harga yang diatur oleh pemerintah, sehingga bisa menciptakan inflasi umum ataupun inflasi administrasi yang lebih tinggi ke depannya," tutur Bhima.
(lav)