Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperkirakan belanja negara untuk pembayaran bunga utang tahun ini akan membengkak hingga Rp1,5 triliun, yakni dari Rp497,3 triliun menjadi lebih dari Rp498 triliun.  

Direktur Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Suminto menjelaskan pembengkakan beban utang negara dipicu oleh depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Outlook kami hanya deviasi Rp1,5 triliun dari Rp497,3 triliun ke Rp498,8 triliun sekian dan itu karena kurs, karena kan penerbitan juga berkurang,” ungkap Suminto kepada pewarta, dikutip Rabu (10/7/2024).

Saat ini, dia menjelaskan imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tenor pendek 1 tahun masih berada di level 6,651% pada perdagangan 3 Juli 2024, berjarak cukup lebar dengan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dengan tenor sama, yakni 7,525%.

Menurut dia, berdasarkan penerbitan SBN sejauh ini, minat investor masih cukup baik dengan imbal hasil atau yield yang cukup terkendali.

“Jadi kalau tadi pertanyaannya apakah SBN menarik, dengan issuance kami yang sejauh ini incoming bids-nya cukup kuat level yield terjaga cukup terkendali ini kan menggambarkan kinerja pasar SBN cukup baik,” ungkap Suminto.

Untuk pengelolaan utang baru, dia mengklaim penerbitan SBN saat ini telah memenuhi kebutuhan pembiayaan APBN 2024, dengan penerbitan yang lebih rendah dibanding target awal tahun.

Berdasarkan informasi yang dilaporkan Menteri Keuangan Sri Mulyani dijelaskan bahwa prognosis dari laporan semester I-2024 menunjukan target penerbitan SBN justru akan lebih rendah. Hal itu, menurutnya dapat terjadi akibat memanfaatkan berbagai instrumen fiskal sehingga penerbitan SBN dapat lebih rendah.

Seperti diketahui, dalam rapat bersama Bank Indonesia dan Badan Anggaran DPR-RI kemarin, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, pemerintah berniat mengurangi penerbitan SBN sebesar Rp214 triliun dari total rencana issuance tahun ini (net issuance) senilai Rp666,4 triliun.

Keputusan itu diambil bahkan ketika defisit APBN 2024 diprediksi melebar ke level rekor terbesar dalam 19 tahun atau sejak 2005, di angka 2,7% dari produk domestik bruto (PDB). Keputusan itu diambil karena pemerintah memutuskan untuk memakai Saldo Anggaran Lebih (SAL) untuk menutup lubang anggaran.

"Kami ajukan pada DPR untuk penggunaan SAL Rp100 triliun tambahan dari Rp51 triliun yang sudah kami usulkan dalam UU APBN," kata Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran DPR-RI dan Bank Indonesia di Gedung Parlemen, Senin (8/7/2024).

Bendahara Negara menjelaskan, lonjakan defisit APBN tahun ini dipicu oleh kombinasi beberapa faktor. Pelemahan nilai tukar adalah salah satunya yang membengkakkan belanja. Pada saat yang sama, pendapatan negara mengalami koreksi di mana pada semester 1-2024 target pajak dan penerimaan cukai tidak tercapai, ditambah perkiraan kenaikan tipis pada sisa tahun ini.

(lav)

No more pages