Rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) sepanjang kuartal I-2023 sudah melampaui hasil transaksi di periode sebelum pandemi. Hal ini menjadi sinyal bahwa pertumbuhan pasar modal Indonesia tahun ini dapat kembali seperti semula.
Arjun menambahkan, berdasarkan datanya transaksi harian di Bursa Efek Indonesia (BEI) medio Januari hingga Maret 2023 tercatat Rp 10,12 triliun. Angka yang relatif kecil dibandingkan dengan RNTH tahun lalu. Namun jika mengacu pada era dimana pandemi belum terjadi, angka Rp 10,12 triliun adalah pencapaian terbaik.
Tahun 2018 RNTH berada di level Rp 8,5 triliun. Tahun 2019 mencapai Rp 9,11 triliun. Tahun 2020 Rp 9,21 triliun. Memasuki pertengahan pandemi, tepatnya di 2021 angkanya mencapai Rp 13,37 triliun. Tahun 2022 RNTH berada di Rp 14,71 triliun.
“Investor borong saham karena ada sentimen bagus dari data makroekonomi, seperti inflasi yang melandai, dan PMI [Purchasing Managers Index] yang meningkat secara konsisten dan mencapai level tertinggi sejak beberapa bulan. Investor asing juga mencatat net buy selama bulan dan pekan ini. Ini semua sentimen yang mendukung lonjakan nilai transaksi yang besar,” jelas Arjun.
Berdasarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), selama kuartal I tahun ini performa pasar modal Indonesia turun 0,6%. Meski negatif aliran pemodal asing masih berada pada level Rp 6,6 triliun. Pelemahan IHSG masih jadi yang terkecil dibandingkan negara-negara lain seperti Filipina, India, Thailand, Malaysia, Brazil, dan Turki.
BEI dalam paparan IDX update menyebut, investor masih dalam posisi wait and see. Investor belum mengambil langkah lebih panjang karena mempertimbangkan risiko ekonomi.
Guncangan industri perbankan Amerika Serikat (AS), lewat kejatuhan Sillicon Vallley Bank (SVB), dan kesepakatan pembelian Credit Suisse Group AG oleh UBS Group AG, menjadi tantangan tersendiri untuk pasar modal Indonesia. Pasalnya, investor mempertanyakan apakah ini memiliki dampak lanjutan terhadap perbankan global.
(tar/wep)