Inklusi serangga sebagai makanan manusia dan hewan yang disetujui merupakan langkah lebih lanjut dalam upaya Singapura mengurangi ketergantungannya pada impor makanan dan meningkatkan ketahanan pangan.
Negara ini juga memiliki kampanye 30 by 30 yang bertujuan untuk memenuhi 30% kebutuhan nutrisinya secara lokal pada tahun 2030.
Saat ini, Singapura, yang karena ukurannya yang kecil tidak memiliki sektor pertanian yang besar, mengimpor lebih dari 90% makanannya. Rencana diversifikasi sumber pangan pemerintah telah digambarkan sebagai "strategi inti."
Makan serangga tidaklah begitu jarang di bagian lain dunia.
Serangga telah disetujui untuk konsumsi di Amerika Utara dan Uni Eropa sementara beberapa negara tetangga seperti Thailand mengonsumsi belalang dan serangga lain sebagai camilan.
Di Singapura, masing-masing dari 16 serangga tersebut hanya disetujui untuk diimpor pada tahap tertentu dalam siklus hidupnya. Jangkrik dan belalang, misalnya, diizinkan untuk diimpor pada tahap dewasa saja sementara cacing dan larva harus diimpor dalam bentuk larva.
Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengimbau masyarakat untuk menerima serangga sebagai makanan, menyatakan bahwa mereka bergizi, ramah lingkungan, dan merupakan sumber daya yang belum dimanfaatkan secara maksimal.
(bbn)