Di sisi lain, Apsfyi mengungkapkan rasa terima kasihnya atas apa yang telah dilakukan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) maupun Kementerian Perindustrian (Kemenperin) untuk mengendalikan importasi tekstil dan pakaian jadi melalui Permendag No.36/2023 dan Permenperin No.5/2024.
"Kami sangat paham bahwa sejak dikeluarkannya kedua aturan ini, para importir dan oknum rekanannya di Bea Cukai tidak senang dan membuat berbagai dinamika hingga akhirnya pemerintah terpaksa mengeluarkan aturan relaksasi impor melalui Permendag 8 2024 karena tersudut. Di sini kita lihat bagaimana oknum Bea Cukai bersama para mafia impor melakukan perlawanan atas perintah Presiden pada 6 Oktober 2023," terangnya.
Untuk itu, ia mengapresiasi langkah Kemendag yang akan membentuk satuan tugas (satgas) bersama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia untuk memberantas produk impor ilegal di pasar domestik.
Terlebih, Kemendag menurutnya mempunyai alat dan payung hukum terkait dengan perlindungan konsumen untuk memberantas bahkan menyita barang beredar dipasar yang tidak sesuai ketentuan label berbahasa Indonesia, aturan K3L hingga SNI wajib.
Senada dengan Redma, Ketua Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB) Nandi Herdiaman menyatakan pemberantasan barang impor ilegal yang beredar di pasar adalah bagian dari apa yang dituntut oleh kalangan pengusaha IKM tekstil.
"Di sini kami melihat Kemendag sangat paham bahwa permasalahan utamanya adalah barang impor ilegal, sehingga dengan kewenangannya Kemendag berupaya menyelesaikan permasalahan sektor tekstil dan pakaian jadi," tutur Nandi.
Namun, pihaknya tetap mengingatkan bahwa permasalahan utama adalah masuknya barang umoir ilegal di pelabuhan, dan hal tersebut jadi tanggung jawab Bea Cukai.
"Kami minta Menteri Keuangan bertanggung jawab atas apa yang menimpa kami, PHK dan penutupan pabrik terjadi dimana-mana akibat ulah oknum pejabat dan petugas Bea Cukai yang memfasilitasi importir pedagang dan perusahaan logistik nakal untuk terus menjalankan praktik importasi ilegal," tegasnya.
(prc/wdh)