Melalui sistem ini, data transaksi tidak wajar seperti pengisian di atas 200 liter solar untuk satu kendaraan bermotor atau pengisian BBM kewajiban pelayanan publik atau public service obligation (PSO) kepada kendaraan yang tidak mendaftarkan nomor polisi kendaraannya akan termonitor langsung oleh Pertamina.
Sejak implementasi exception signal ini pada 1 Agustus 2022 hingga triwulan I-2024, kata Fadjar, Pertamina telah berhasil mengurangi risiko penyalahgunaan BBM bersubsidi senilai US$281 juta atau sekitar Rp4,4 trilliun.
Kedua, program penguatan sarana dan fasilitas digitalisasi di SPBU. Menurut Fadjar, perseroan berkomitmen melakukan digitalisasi di seluruh SPBU Pertamina yang mencapai lebih dari 8.000 SPBU, termasuk SPBU yang berada di daerah 3T atau tertinggal, terdepan, dan terluar.
“Hasilnya, hingga saat ini 82% SPBU telah terkoneksi secara nasional. Makin banyak SPBU yang terkoneksi dengan sistem digitalisasi Pertamina, akan makin memudahkan monitoring dan pengawasan atas penyaluran BBM bersubsidi,” ujarnya.
Ketiga, Pertamina terus meningkatkan kerja sama dengan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk meningkatkan pengawasan dan penindakan kegiatan penyalahgunaan BBM bersubsidi yang tidak sesuai peruntukannya.
Keempat, Pertamina mendorong masyarakat ikut dalam program subsidi tepat secara daring guna mengidentifikasi konsumen yang berhak dan memonitor konsumsi atas Jenis BBM Tertentu Solar dan Jenis BBM Khusus Penugasan Pertalite.
“Selama 2023, Pertamina juga berhasil melakukan pengendalian penyaluran JBT Solar dan JBKP Pertalite sehingga realisasi penyaluran berada di bawah kuota yang ditetapkan pemerintah,” ujarnya.
Pertamina melaporkan, realisasi penyaluran selama 2023 untuk JBT Minyak Solar sebesar 17,4 Juta kiloliter (KL) dan JBKP Pertalite adalah 30 Juta KL.
Dilansir melalui situs resmi Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas), total kuota yang ditetapkan pemerintah pada 2023 adalah 17 juta KL untuk Minyak Solar dan Pertalite sebesar 32,56 juta KL.
Dengan demikian, penyaluran subsidi solar melampaui kuota yang ditetapkan, sementara Pertalite berada di bawah kuota.
Sebelumnya, Menko Marves Luhut mengatakan pemerintah menargetkan penerima BBM subsidi bakal lebih tepat sasaran atau makin ketat mulai 17 Agustus 2024.
Dengan demikian, hal tersebut bakal mengurangi jumlah penyaluran BBM subsidi kepada orang yang tidak berhak menerima.
Menurut Luhut, Pertamina juga tengah menyiapkan upaya agar penyaluran BBM subsidi dapat lebih tepat sasaran.
“Pemberian subsidi yang tidak pada tempatnya, nah itu sekarang Pertamina sedang menyiapkan itu. Kita berharap 17 Agustus ini kita sudah mulai, di mana orang yang tidak berhak mendapatkan subsidi itu akan bisa kita kurangi,” ujar Luhut dalam unggahan di akun Instagram resmi, Selasa (9/7/2024).
Sekadar catatan, revisi Peraturan Presiden (Perpres) No 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM –yang menjadi landasan hukum agar BBM subsidi lebih tepat sasaran – hingga saat ini belum rampung.
Namun, Kepala BPH Migas Erika Retnowati menyebut Presiden Joko Widodo meminta revisi Perpres No 191/2014 segera dirampungkan.
"Revisi Perpres 191 itu sedang dibahas terus-menerus saat ini, karena terakhir memang ada arahan juga dari Presiden [Joko Widodo] untuk segera diterbitkan, bahkan tadi hari ini pagi-pagi pun masih dibahas," kata Erika dalam RDP dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, Senin (27/5/2024).
(dov/wdh)