Logo Bloomberg Technoz

2013 (37,6%), 2018 (30,8%), 2019 (27,7%), 2021 (24,4%), 2022 (21,6%), 2023 (21,5%).

Kepala Biro dan Komunikasi Pelayanan Publik, Kemenkes RI, dr Siti Nadia Tarmizi, M. Epid menjelaskan permasalahan stunting terus menerus ada karena ada dua intervensi spesifik dan sensitif.   

"Yang sensitif kan 70% termasuk pola asuh, akses air bersih," kata dr Nadia kepada Bloomberg Technoz, Rabu (10/7).

Berdasarkan faktor determinan stunting dari SKI 2023 faktor-faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya stunting pada balita, dan saling terkait serta dapat memperkuat satu sama lain. Determinan ini terjadi pada 3 periode yang periode prenatal, kelahiran, dan postnatal.

Periode Prenatal (sebelum kelahiran)

Ibu hamil risiko KEK :16,9%

•⁠  ⁠Ibu hamil mendapat TTD : 92,2%

•⁠  ⁠Ibu hamil minum TTD ( 44,2%)

•⁠  ⁠Ibu hamil mendapat PMT (32,1%)

•⁠  ⁠ANC K4 (68,1%)

•⁠  ⁠Penyakit infeksi ibu hamil , TB 0,1% dan malaria 0,3%

Periode kelahiran

•⁠  ⁠Ibu bersalin di Fasilitas Kesehatan 89,9%

•⁠  ⁠Bayi segera disusui kurang dari 60 menit setelah lahir

Periode Postnatal (Setelah Kelahiran) 

•⁠  ⁠Penyakit infeksi TB pada ibu menyusui (0,1%)

•⁠  ⁠Asi Ekslusif (bayi 0-5 bulan) (68,6%)

•⁠  ⁠Keragaman makan baduta (60,9%)

•⁠  ⁠Penyakit infeksi malaria pada ibu menyusui (0,4%)

•⁠  ⁠Konsumi MPASI sumber hewani (78,4%)

•⁠  ⁠Balita ditimbang kurang dari 8 kali (55,8%)

•⁠  ⁠Prevalensi ISPA Balita (34,2%)

Faktor rumah tangga (Akses air minum)

  • Proposi RT dengan akses air minum layak dasar (89,6%)
  • Proporsi RT dengan akses air minum layak terbatas (3,0%)

Sanitasi dan Higiene Dasar

•⁠  ⁠Proporsi RT dengan akses sanitasi layak sendiri (69,4%)

•⁠  ⁠Proporsi RT dengan akses sanitasi aman (11,5%)

•⁠  ⁠Proporsi RT dengan akses higiene dasar (78,9%)

Sekitar 1 dari 5 balita di Indonesia mengalami stunting dengan kasus terbanyak pada kelompok usia 24-25 bulan.

Prevalensi stunting pada kelompok umur 0-59 bulan

•⁠  ⁠0-5 bulan: 2022 (11,7%), 2023 (13,7%)

•⁠  ⁠6-11 bulan : 2022 (13,7%), 2023 (13,1%)

•⁠  ⁠12-23 bulan : 2022 (22,4%), 2023 (22,7)

•⁠  ⁠24-35 bulan : 2022 (26,2%), 2023 (25,8)

•⁠  ⁠35-47 bulan : 2022 (22,5%), 2023 (23,6)

•⁠  ⁠48- 59 bulan : 2022 (20,4%), 2023 (20,7)

Dari 38 provinsi di Indonesi sebanyak 15 provinsi memiliki pravelensi stunting di bawah angka nasional. Tiga provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi adalah Papua Tengah (39,4%), Nusa Tenggara Timur (37,9%) dan Papua Pegunungan (37,3%).

Kemenkes mengatakan permasalahan angka stunting di Papua tertinggi karena faktor dan penyebab sama yakni soal pola asuh dan akses air bersih.

"Sama penyebabnya. Ada faktor di luar kesehatan," kata Nadia.

Lebih lanjut Nadia mengatakan untuk memberantas stunting di Indonesia harus mulai dicegah dari bagian hulu terdahulu.

"Harus di cegah dari hulu, jadi cegah stunting sudah dari berat badan tidak naik sesuai umur sudah diintervensi, pendidikan dan pola asuh, memberikan pangan lokal dan cara pengolahannya alat antropometri yang standar sehingga sama disemua posyandu," pungkasnya.

(dec/spt)

No more pages