Logo Bloomberg Technoz

Di Indonesia, Ketua Asosiasi Pengguna Jasa Penerbangan Indonesia (Apjapi) Alvin Lie mengatakan persepsi publik di Indonesia terhadap keselamatan pesawat Boeing sudah sangat memburuk.

Hal itu terjadi utamanya sejak kecelakaan seri 737 Max yang jatuh di Indonesia (Lion Air) dan Ethiophia (Ethiopian Airlines) masing-masing pada 2018 dan 2019, serta insiden copot pintu pesawat Boeing milik Alaska Airlines di udara pada Januari 2024.

"Butuh waktu lama dan upaya sungguh-sungguh dari Boeing untuk meyakinkan dan mengembalikan kepercayaan publik [atas dua insiden tersebut]," jelas Alvin kepada Bloomberg Technoz, dikutip Rabu (10/7/2024).

Memang, kata Alvin, Boeing menyatakan bersedia membayar denda sebesar US$243,6 juta sembari menunggu putusan akhir pengadilan atas kecelakaan Lion Air dan Ethiopian Airlines.

Akan tetapi, lanjutnya, dampak langsung yang mungkin akan dirasakan oleh Boeing atas kasus ini adalah kemungkinan pabrikan jet tersebut akan dicoret sebagai vendor Pemerintah AS, termasuk sebagai pemasok pesawat militer.

"Padahal 32% penghasilan Boeing adalah dari sektor pertahanan, keamanan, dan ruang angkasa [Pemerintah AS]," terangnya.

Pesawat Embraer SA E195-E2 Profit Hunter saat Singapore Airshow di Singapura, Selasa, 20 Februari 2024./Bloomberg-SeongJoon Cho

Pesawat Alternatif

Menyikapi rentetan insiden yang terjadi pada Boeing sejak awal tahun ini, kalangan pakar penerbangan menilai maskapai di Indonesia mungkin dapat menggunakan pesawat jet Embraer atau Comac sebagai alternatif.

Pakar penerbangan Gatot Rahardjo mengatakan, selain The Boeing Company dan Airbus SE, dunia memiliki banyak pabrikan pesawat yang cukup andal.

“Namun, memang [kapasitas produksinya] tidak sebesar Boeing dan Airbus. Misalnya, Embraer dari Brasil atau Comac dari China,” ujarnya.

Embraer SA merupakan korporasi kedirgantaraan multinasional asal Brasil, yang merancang, memproduksi, dan menjual pesawat komersial, militer, eksekutif, dan pertanian, serta menyediakan layanan penyewaan dan dukungan penerbangan. Embraer juga adalah produsen pesawat sipil terbesar ketiga setelah Boeing dan Airbus.

Adapun, Commercial Aircraft Corporation of China Ltd (Comac) adalah produsen pesawat udara milik negara China yang didirikan pada 11 Mei 2008 di Shanghai. Kantor pusatnya berada di Pudong, Shanghai.

“Sebenarnya untuk sewa pesawat dan beli suku cadang itu masih ada [pemasoknya], tetapi sekarang sistemnya harus bayar di muka. Istilahnya ‘ada uang ada barang’. Harganya mahal, tetapi kalau memang mau beli, maskapai nasional harus bisa menyediakan uangnya dahulu,” jelas Gatot.

Untuk itu, dia menilai pemerintah harus bisa memberikan solusi alternatif bagi maskapai nasional di tengah isu kesulitan mencari pasok pesawat dari Boeing, ataupun Airbus.

Misalnya, kata Gatot, melalui skema lembaga pembiayaan dalam negeri untuk membantu maskapai membeli suku cadang atau menyewa pesawat.

"Mungkin alternatifnya bisa dibantu pemerintah melalui skema lembaga pembiayaan dalam negeri untuk membantu para maskapai membeli sparepart atau menyewa pesawat."

Pesawat Comac ARJ-21 Longhao Airlines tampil di Singapore Airshow, Singapura, Selasa (20/2/2024). (SeongJoon Cho/Bloomberg)

Dihubungi secara terpisah, pakar penerbangan Alvin Lie juga menilai pesawat yang mengalami gangguan dari Boeing terutama terjadi pada jenis jet lorong tunggal keluarga 737. Adapun, tipe pesawat lorong ganda tidak terlalu terdampak.

“Solusinya tetap gunakan pesawat yang ada hingga mendapatkan giliran pesawat baru, atau gunakan pesawat alternatif Embraer 195-E2 yang kapasitasnya lebih kecil daripada B737 & A320. Atau bisa juga menggunakan Comac C-919, [tetapi pesawat Comac] belum siap untuk melayani pasar di luar China,” kata Alvin.

Untuk diketahui, krisis kepercayaan terhadap Boeing —yang berawal dari insiden pintu Alaska Air awal tahun inni — kian meluas di industri maskapai penerbangan dunia yang menjadi pelanggan pesawat jet dari pabrikan AS tersebut.

Pada Maret, sederet maskapai raksasa global —mulai dari United Airlines Holdings Inc hingga Southwest Airlines Co, Delta Air Lines Inc, dan Alaska Air Group Inc — bahkan berkumpul dan berbagi cerita serupa tentang bagaimana masalah Boeing memengaruhi bisnis mereka.

Mereka mengeluhkan risiko kekurangan pesawat yang seharusnya diagendakan untuk diterima pada 2024, gegara Boeing memperlambat produksinya. Kerawanan itu pun diproyeksi tidak hanya akan terjadi pada pada tahun ini saja.

Pada acara investor JPMorgan, Chief Executive Officer United Scott Kirby mengatakan bahwa dia bahkan telah meminta Boeing untuk berhenti memproduksi jet 737 Max 10 untuk maskapai tersebut karena batas waktu untuk sertifikasi varian terbesar jet lorong tunggal telah menjadi sangat sulit dan tidak pasti.

Adapun, Southwest mengaku pesimistis akan menerima satu pun pesawat 737 Max 7 yang telah lama ditunggu-tunggu tahun ini, dan hanya akan menerima 46 model Max 8. Sebelumnya, maskapai ini berharap akan menerima 79 pesawat pada 2024.

Southwest akhirnya terpaksa mengurangi kapasitas penumpang pada 2024 dan memangkas sebagian besar perekrutan —termasuk 50% lebih sedikit pilot dan 60% lebih sedikit pramugari — seiring dengan peninjauan ulang rencana pengeluarannya, sebagai respons terhadap gangguan pengiriman dari Boeing.

Selanjutnya, Korean Air Lines Co hampir mencapai kesepakatan signifikan untuk memesan jet berbadan lebar Airbus SE, alih-alih melanjutkan pesanan ke Boeing.

Korean Air berencana membeli sekitar 20 jet A350. Maskapai ini juga mempertimbangkan untuk menambah pesawat lorong tunggal Airbus A321neo, setelah melakukan evaluasi terhadap Boeing Co 777X.

Di Australia, Virgin Australia Airlines Pty Ltd juga telah menunda rencana untuk menerima pesawat baru dari Boeing, buntut dari masalah produksi. Maskapai tersebut memberitahu staf pada Jumat pekan lalu bahwa 31 pesawat Max dari Boeing yang mereka pesan tidak akan tiba sesuai jadwal.

Di India, IndiGo sedang menjajaki pembelian pesawat berbadan lebar. Maskapai penerbangan berbiaya hemat terbesar di Asia ini dikabarkan melakukan pemesanan sekitar 30 pesawat Airbus SE A350 yang muncul sebagai pilihan yang paling memungkinkan, di tengah krisis Boeing.

-- Dengan asistensi Pramesti Regita Cindy

(red/wdh)

No more pages