Seperti yang diwartakan Bloomberg News, data inflasi baru-baru ini juga telah menunjukkan kemajuan yang moderat, katanya, dan data yang lebih baik akan memperkuat kepercayaan diri The Fed pada inflasi yang kembali ke 2%, sebuah kondisi untuk mulai memangkas suku bunga acuan.
Kelemahan yang tidak terduga di pasar tenaga kerja juga dapat mendorong pemangkasan, tambah Powell. Meskipun ekonomi AS melambat dan pasar tenaga kerja menurun, tingkat pengangguran tetap rendah menurut standar historis dan ekonomi AS adalah yang terbaik secara global.
Komentar terbaru Powell membuat asa pemangkasan suku bunga acuan kembali meningkat.
Mengutip CME FedWatch Tools pagi ini, probabilitas Bank Sentral Federal Reserve memangkas suku bunga acuan sebanyak 25 basis poin (bps) ke 5,00–5,25% dalam rapat September melonjak ke angka keyakinan 70% lebih tinggi dari pekan sebelumnya yang sempat menyentuh 56%.
Kemudian, Federal Funds Rate diperkirakan bakal turun lagi 25 bps ke 4,75–5,00% pada rapat Desember. Peluangnya bertambah menjadi 46,5% juga lebih tinggi dari pekan sebelumnya di angka 42%.
Sejumlah ekonom memperingatkan bahwa ada perlambatan di pasar tenaga kerja yang bisa semakin memburuk nantinya. Jumlah orang yang telah mencari pekerjaan selama 15 minggu atau lebih, telah meningkat pada Juni ke level tertinggi sejak awal 2022, ketika angka tersebut menurun dengan cepat.
Seperti diketahui bersama, The Fed telah mempertahankan kebijakan suku bunga pada tingkat restriktif sebesar 5,25%–5,50% selama setahun. Para trader di pasar berjangka hampir sepenuhnya memperkirakan pemotongan suku bunga pada pertemuan kebijakan 17–18 September.
Tim Research Phillip Sekuritas memaparkan, Federal Reserve telah menahan suku bunga acuan Federal Funds Rate (FFR) di level tertinggi dalam lebih dari dua dekade sebagai upaya untuk menjinakkan inflasi.
Adapun tujuan utama Federal Reserve adalah menekan inflasi kembali turun ke target jangka panjangnya, 2%, tanpa memperlambat pertumbuhan ekonomi atau memberi pukulan telak pada pasar tenaga kerja.
“Pertumbuhan ekonomi AS telah melambat tahun ini namun masih relatif kuat di tengah solidnya pasar tenaga kerja dan belanja konsumen. Sementara inflasi memang masih membebani konsumen, inflasi telah turun tajam dari puncaknya dua tahun lalu. Penurunan laju inflasi tampak tertahan di sekitar 3% sehingga memicu sikap waspada dari Federal Reserve dan mengikis ekspektasi mengenai antisipasi jumlah pemangkasan suku bunga tahun ini,” mengutip riset harian Tim Research Phillip Sekuritas.
Setelah bertahun-tahun fokus pada inflasi, para pejabat tinggi Federal Reserve sekarang semakin mengalihkan perhatian mereka pada pasar tenaga kerja yang belakangan ini mulai memperlihatkan pelemahan meskipun secara umum masih dalam kondisi ketat.
Selanjutnya, investor menunggu rilis data Inflasi AS, tepatnya data Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI) pada hari Kamis dan data Indeks Harga Produsen (IHP) atau Producer Price Index (PPI) pada Jumat nanti.
Data CPI dan PPI terbaru tersebut akan membantu memberi informasi kepada Federal Reserve dan investor mengenai arah pergerakan suku bunga di sisa tahun ini.
Sementara itu, dari dalam negeri, sentimen positif juga datang dari laporan Bank Indonesia terkait dengan penjualan eceran atau ritel pada Mei berhasil tumbuh positif. Menariknya lagi, pada Juni, penjualan ritel diperkirakan bakal tumbuh lebih tinggi.
Penjualan ritel yang dicerminkan dengan Indeks Penjualan Riil (IPR) berada di level 228,1 pada Mei. Tumbuh positif 2,1% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu (year-on-year/yoy).
"Peningkatan didorong oleh Subkelompok Sandang, Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau, serta Suku Cadang dan Aksesori," sebut keterangan tertulis BI, Selasa (9/7/2024).
Namun secara bulanan (month-to-month/mtm), IPR Mei turun 3,5%. Ini karena normalisasi aktivitas masyarakat pasca-Idulfitri.
Untuk Juni, BI memperkirakan IPR bakal tumbuh lebih tinggi yakni 4,4% yoy. Meningkatnya penjualan eceran didorong oleh Kelompok Perlengkapan Rumah Tangga Lainnya, Subkelompok Sandang, serta Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau.
Secara bulanan, penjualan eceran diperkirakan tumbuh 2,1%. Peningkatan tersebut didorong oleh Subkelompok Sandang, Kelompok Barang Budaya dan Rekreasi, serta Makanan, Minuman, dan Tembakau, sejalan dengan peningkatan aktivitas saat Iduladha dan periode libur sekolah.
Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana memaparkan, IHSG menguat 0,26% ke 7.269 disertai dengan munculnya volume pembelian.
“Saat ini, posisi IHSG diperkirakan sedang berada berada di akhir wave [v] dari wave 1 dari wave (3), sehingga penguatan IHSG akan relatif terbatas dan rawan terkoreksi untuk menguji rentang koreksi 7.000-7.160,” papar Herditya dalam risetnya pada Rabu (10/7/2024).
Bersamaan dengan risetnya, Herditya memberikan rekomendasi saham hari ini, INDF, MAPI, TLKM, dan WIIM.
Analis Phintraco Sekuritas juga memaparkan, IHSG diperkirakan bergerak fluktuatif dalam rentang 7.250-7.300 di Rabu (10/7).
“Secara teknikal, IHSG menguji resistance area baru di 7.280-7.300 di Selasa (9/7). Penguatan tersebut ditopang oleh realisasi pertumbuhan ritel Indonesia sebesar 2,1% yoy di Mei 2024, lebih baik dari -2,7% yoy di April 2024,” tulisnya.
Pidato Powell juga dinilai cenderung less-hawkish pada semalam (9/7). Kondisi ini berpotensi menjaga posisi nilai tukar Rupiah di bawah Rp16.300/USD di perdagangan Rabu (10/7).
Melihat hal tersebut, Phintraco memberikan rangkuman rekomendasi saham hari ini meliputi BBNI, BMRI, BRIS, TOWR, dan WIIM.
(fad)