Logo Bloomberg Technoz

Asing kini mencatat kepemilikan di SBN sebesar Rp808,42 triliun per 8 Juli, menurut catatan Kementerian Keuangan RI. Angka itu setara dengan 13,92% dari total outstanding SBN di pasar sekunder saat ini. 

Bank Indonesia masih menjadi penguasa terbesar SBN dengan porsi kepemilikan mencapai 22,95%, melampaui penguasaan perbankan 22,09% dan industri nonbank (asuransi, dana pensiun, reksa dana) yang sebesar 22,17%.

Pada awal pekan ini, asing terlihat menambah sedikit porsi di SBN dengan pembelian US$4,36 juta pada 8 Juli lalu setelah pekan sebelumnya mencatat net buy Rp200-an miliar. Walau bila dihitung sepanjang tahun, posisinya masih net sell.

Di pasar saham, kemarin asing masih membukukan pembelian bersih Rp23,46 miliar setelah di awal pekan menjual Rp137,85 miliar. Sepekan lalu, asing mencetak reli pembelian sebesar Rp1,85 triliun di saham, memperkecil posisi net sell sepanjang tahun.

Turun Peringkat

Menjauhnya dana asing dari pasar saham dan surat utang domestik, semakin mendapatkan 'legitimasi' dari bank-bank investasi besar yang menurunkan rekomendasi pada pasar RI.

Pada Juni lalu, Morgan Stanley, menurunkan rekomendasi saham-sama di bursa Indonesia menjadi 'underweight' dalam alokasi pasar Asia dan pasar negara berkembang. Alasan penurunan rekomendasi itu adalah karena bank investasi tersebut menyoroti peningkatan risiko berinvestasi akibat pelemahan rupiah yang terus terjadi ditambah ketidakpastian kebijakan fiskal.

“Kami melihat ketidakpastian jangka pendek mengenai arah kebijakan fiskal di masa depan serta beberapa pelemahan di pasar valas di tengah-tengah suku bunga AS yang masih tinggi dan prospek dolar AS yang menguat,” kata Tim Strategi Morgan Stanley, termasuk Daniel Blake.

Setelah langkah Morgan Stanley, bank investasi besar HSBC Holdings Plc melakukan langkah serupa. HSBC menurunkan rating bursa saham RI dari overweight menjadi neutral.

Salah satu pertimbangannya, emiten domestik diprediksi akan terpukul oleh depresiasi rupiah ditambah dengan suku bunga yang tinggi. Pada saat yang bersamaan, ketidakpastian kebijakan muncul imbas dari transisi pemerintah yang ke depan akan dipimpin oleh Prabowo Subianto.

Defisit Membengkak

Indonesia mencatat defisit APBN sebesar Rp77,3 triliun per ahir semester I-2024. Tahun ini, defisit APBN diperkirakan naik ke 2,7% PDB, melonjak dari perkiraan sebelumnya 2,29% PDB akibat tekanan pelemahan rupiah yang melebarkan bolong anggaran di kala tren penerimaan negara lesu.

Ada kekhawatiran pada pemerintahan baru nanti, batas defisit bisa makin melebar mengingat rencana belanja yang besar tidak lagi dibantu oleh keberadaan saldo anggaran lebih (cash buffer) yang memadai seperti saat ini. 

Setelah menggelar rapat bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Gubernur BI Perry Warjiyo, Badan Anggaran DPR-RI akhirnya memberikan persetujuan penggunaan SAL senilai Rp100 triliun dari pengajuan semula Rp50 triliun. Pemakaian SAL itu ditempuh ketimbang pilihan lain seperti menerbitkan SBN di angka awal yang mungkin akan memberi risiko pada pasar. 

Pemerintah akan mengurangi penerbitan SBN tahun ini sebesar Rp214 trilun dari semula Rp666 triliun (net issuance).

Bukan hanya itu, DPR dan pemerintah juga menyepakati pembengkakan defisit APBN tahun ini sebesar Rp609 triliun atau 2,7% dari Produk Domestik Bruto.

Ketika ditanya tentang arah keberlanjutan kebijakan fiskal pemerintahan baru ke depan, Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah, menyatakan, sejauh yang ia ketahui dari komunikasi dengan Satgas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, pemerintahan baru berkomitmen menjaga defisit di 3% sesuai aturan. 

"Setahu saya dari tim Pak Prabowo sebagai presiden terpilih, khusus untuk UU Keuangan Negara, soal defisit, komitmen tetap 3%, belum ada perubahan apapun dan itu interaksi saya dengan Pak Prabowo. Dan itu saya hormati karena apa, karena memang 3% adalah sesuatu yang memang ke depan untuk menjaga kesehatan dan keberlanjutan fiskal kita," kata Said pada para jurnalis, Selasa (9/7/2024).

Lebih lanjut Said bilang, dengan tantangan fiskal ke depan yang semakin berat, ia percaya Prabowo akan lebih berhati-hati. "Kalau melihat tantangan ke depan fiskal kita akan semakin berat, space semakin menyempit, maka Pak Presiden Prabowo saya pikir tidak akan mengutak-atik UU Keuangan Negara," tandas Said.

-- dengan bantuan laporan Azura Yumna.

(rui/aji)

No more pages