Logo Bloomberg Technoz

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan mengantisipasi dampak pelemahan nilai tukar rupiah terhadap besaran subsidi energi yang akan digelontorkan pemerintah.

Berdasarkan prognosis Kemenkeu, depresiasi rupiah menyebabkan subsidi energi dan kompensasinya melonjak Rp37,1 triliun sepanjang tahun ini.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu menjelaskan besaran subsidi energi akan sangat dipengaruhi dengan harga dari harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Oil Price/ICP) dan perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Dengan demikian, pelemahan rupiah yang terjadi belakangan ini berpotensi menaikan besaran subsidi energi. Atas hal itu, Febrio berjanji akan mengantisipasinya.

“Tapi di sisi lain ada kurs-nya yang saat ini sudah melemah dibandingkan asumsi APBN jadi itu sekitar year-to-date 6% [kenaikannya], itu yang kami antisipasi,” tutur Febrio saat ditemui awak media di Kompleks DPR RI, Selasa (9/7/2024).

Seperti diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan penerimaan negara hingga akhir tahun diperkirakan Rp2.802,5 triliun. Tepat 100% dari target APBN 2024 dan naik 0,7% dibandingkan 2023.

Sementara belanja negara diperkirakan Rp3.412,2 triliun. Naik 9,3% dari tahun lalu dan 102,6% dari target APBN 2024.

"Dengan outlook tersebut, kami memproyeksikan defisit APBN 2024 sebesar Rp609,7 triliun atau 2,7% terhadap PDB (Produk Domestik Bruto)," ungkap Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Badan Anggaran DPR.

Revisi Perpres No. 191/2014 

Sekadar catatan, revisi Peraturan Presiden (Perpres) No 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM –yang menjadi landasan hukum agar BBM subsidi lebih tepat sasaran – hingga saat ini belum rampung.
 
Namun, Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) Erika Retnowati menyebut Presiden Joko Widodo meminta revisi Perpres No 191/2014 segera dirampungkan.

"Revisi Perpres 191 itu sedang dibahas terus-menerus saat ini, karena terakhir memang ada arahan juga dari Presiden [Joko Widodo] untuk segera diterbitkan, bahkan tadi hari ini pagi-pagi pun masih dibahas," kata Erika dalam RDP dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, Senin (27/5/2024). 

Lebih lanjut, Erika menekankan bahwa Perpres 191 kini tengah menunggu keputusan di Kemenko Bidang Perekonomian untuk diterbitkan.

Salah satu poin yang dibahas dalam revisi Perpres tersebut adalah mengenai ketentuan kendaraan pengguna jenis BBM khusus penugasan (JBKP) Pertalite dan usulan pembatasannya.

(dov/ain)

No more pages