Hal itu, menurutnya dapat terjadi akibat memanfaatkan berbagai instrumen fiskal sehingga penerbitan SBN dapat lebih rendah.
“On track [sesuai rencana] kok makanya outlook kami hanya deviasi Rp1,5 triliun dari Rp497 triliun ke Rp498 triliun sekian dan itu karena kurs, karena kan penerbitan juga berkurang,” ungkap Suminto.
Seperti diketahui, dalam rapat bersama Bank Indonesia dan Badan Anggaran DPR-RI kemarin, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, pemerintah berniat mengurangi penerbitan SBN sebesar Rp214 triliun dari total rencana issuance tahun ini (net issuance) senilai Rp666,4 triliun.
Keputusan itu diambil bahkan ketika defisit APBN 2024 diprediksi melebar ke level rekor terbesar dalam 19 tahun atau sejak 2005, di angka 2,7% dari produk domestik bruto (PDB). Keputusan itu diambil karena pemerintah memutuskan untuk memakai Saldo Anggaran Lebih (SAL) untuk menutup lubang anggaran.
"Kami ajukan pada DPR untuk penggunaan SAL Rp100 triliun tambahan dari Rp51 triliun yang sudah kami usulkan dalam UU APBN," kata Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran DPR-RI dan Bank Indonesia di Gedung Parlemen, Senin (8/7/2024).
Bendahara Negara menjelaskan, lonjakan defisit APBN tahun ini dipicu oleh kombinasi beberapa faktor. Pelemahan nilai tukar adalah salah satunya yang membengkakkan belanja. Pada saat yang sama, pendapatan negara mengalami koreksi di mana pada semester 1-2024 target pajak dan penerimaan cukai tidak tercapai, ditambah perkiraan kenaikan tipis pada sisa tahun ini.
"Defisit APBN akan dibiayai tambahan penggunaan SAL sebesar Rp100 triliun dan penerbitan SBN lebih rendah. Jadi, dalam hal ini meski defisit naik, penerbitan SBN tidak ikut naik malah justru lebih rendah Rp214 triliun," kata Sri Mulyani.
(azr/lav)