Logo Bloomberg Technoz

Dalam perjalanannya, Zulhas mengatakan, Permendag No.36/2023 justru menimbulkan kritik karena barang kiriman PMI yang justru menumpuk di pelabuhan. Apalagi, pemerintah harus menentukan barang kiriman PMI yang masuk dalam kategori bebas bea masuk. 

“Akhirnya ngamuk-ngamuk, [katanya] yang salah saya, saya bilang, kok yang salah saya? Tetapi ya sudah itu risiko jabatan,” ujarnya. 

Akhirnya, Permendag No. 36/2023 direvisi menjadi Peraturan Menteri Perdagangan No. 7/2024 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Perdagangan No.36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. 

Sekadar catatan, revisi tersebut memang sudah mengembalikan bahwa barang kiriman PMI tidak lagi diatur dalam permendag, melainkan mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.141/2023 tentang Ketentuan Impor Barang Pekerja Migran Indonesia. 

Setelah revisi tersebut, Zulhas mengatakan, dirinya melakukan perjalanan dinas ke luar negeri untuk meningkatkan produk ekspor Indonesia, terlebih ekspor Indonesia terus mengalami penurunan dan komoditas andalan seperti minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) tengah dihadang di Uni Eropa. 

Ketika berada di Peru untuk mengikuti Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC), Zulhas mendapatkan telepon dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. 

“Jam 2 pagi, telepon dari Pak Menko, itu barang di Tanjung Priok 26.000 kontainer menumpuk. Akhirnya rapat terbatas [ratas] diputuskan Permendag 7 diganti malam itu juga, tidak boleh ada pertek. Maka lahir Permendag 8,” ujarnya. 

Namun, Zulhas mengaku tidak mengikuti ratas tersebut lantaran masih berada di luar negeri. Akhirnya, Zulhas meneken beleid tersebut karena sudah didorong oleh Menko Airlangga. 

Akhirnya, isu mengenai banjir impor kembali ramai diperbincangkan, khususnya di tengah adanya desakan dari sektor industri tekstil dan produk tekstil. Berdasarkan diskusi dengan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), ditemukan persamaan bahwa terdapat perbedaan data impor antara yang dimiliki Indonesia melalui Badan Pusat Statistik (BPS) dan negara asal. 

Sebagai gambaran, Zulhas melanjutkan, data impor dari suatu negara hanya tercatat sebesar US$100 juta di BPS. Namun, impor Indonesia bisa mencapai US$300 juta dari data negara asal.

“Data impor kita, kalau dari luar dengan adanya data impor kita yang ada dalam negeri bedanya jauh jomplang. Jadi impor misalnya US$100 juta data kita BPS. Data dari luar bisa US$300 juta. Jadi jauh sekali,” ujarnya.

Dengan demikian, Zulhas mengatakan telah sepakat untuk membentuk satuan tugas (satgas) bersama dengan Kadin untuk menindaklanjuti impor ilegal.

Zulhas tidak membeberkan dengan lengkap ihwal perbedaan data tersebut, tetapi memastikan bahwa terdapat 7 komoditas yang memiliki perbedaan data paling besar.

Sebanyak 7 komoditas tersebut di antaranya adalah tekstil dan produk tekstil (TPT), pakaian jadi, keramik, elektronik, kosmetik, tekstil sudah jadi lainnya dan alas kaki.

Satgas ini setidaknya memiliki 2 tugas. Pertama, melakukan pengecekan di lapangan tentang impor ilegal. Kedua, melakukan identifikasi apakah terdapat penyalahgunaan HS number.

Sebanyak 7 komoditas tersebut di antaranya adalah tekstil dan produk tekstil (TPT), pakaian jadi, keramik, elektronik, kosmetik, tekstil sudah jadi lainnya dan alas kaki.

Zulhas memastikan bahwa satgas bakal mulai bekerja secepat mungkin setelah adanya penerbitan Surat Keputusan (SK), meski tidak menjelaskan ihwal waktu pastinya.

Ketika ditanya apakah Bea dan Cukai bakal dilibatkan dalam satgas tersebut, Zulhas mengatakan, bakal mempelajari hal tersebut lebih lanjut.

(dov/wdh)

No more pages