Realisasi Rp490 triliun, “didukung antara lain pembiayaan investasi, modal kerja, dan multiguna yang meningkat masing-masing sebesar 11,08% yoy, 8,81% yoy, dan 9,92% yoy,” jelas Agusman lewat keterangan tertulisnya dikutip Selasa (9/7/2024).
Menyoal rencana terbitnya aturan paylater, Agusman menegaskan bahwa OJK masih melakukan kajian khususnya perihal persyaratan perusahaan pembiayaan yang menyelenggarakan kegiatan paylater.
Kajian lain adalah pelindungan data pribadi, sistem pengamanan, akses dan penggunaan data pribadi, rekam jejak audit, kepemilikan sistem informasi, kerja sama dengan pihak lain, juga manajemen risiko.
Omzet Pinjol Fintech P2P Lending Naik Rp1,8 Triliun
Industri pinjol peer-to-peer (P2P) lending dilaporkan juga mengalami kenaikan outstanding pembiayaan secara mtm Rp1,8 triliun (2,9%) mtm dari posisi April Rp62,74 triliun.
Data terbaru OJK mencatat hingga Mei omzet pinjol fintech P2P lending berada di kisaran Rp64,56 triliun atau tumbuh Rp13 triliun (25,4%) yoy.
Risiko kredit macet (TWP90) seluruh perusahaan pinjol P2P lending per Mei berada di 2,91%. Lebih tinggi dibandingkan laporan OJK bulan April di 2,79%.
Agusman menyebut rasio TWP90 masih akan di bawah batas ketentuan maksimal 5%. “Sementara itu, saat ini terdapat 1 dari 100 Penyelenggara P2P Lending yang
belum memenuhi kewajiban ekuitas minimal Rp2,5 miliar,” ucap Agusman.
Untuk mendorong pelaku jasa keuangan pinjol menaati aturan ekuitas minimal, OJK mendorong berbagai upaya seperti injeksi modal dari pemegang saham. Peluang lain adalah menghadirkan investor strategis lokal atau asing.
Pengembalian izin usaha menjadi salah satu opsi jika perusahaan pinjol tetap belum memenuhi action plan yang telah disampaikan kepada OJK.
Bulan Juni lalu OJK memberi sanksi administratif kepada 16 pelaku jasa P2P Lending karena terbukti melanggar aturan, meski Agusman tidak menyebut rinci masing-masing perusahaan.
“OJK berharap upaya penegakan kepatuhan dan pengenaan sanksi tersebut dapat mendorong pelaku industri sektor PVML untuk meningkatkan aspek tata kelola yang baik, prinsip kehatihatian, dan pemenuhan terhadap ketentuan yang berlaku sehingga pada
akhirnya dapat berkinerja lebih baik dan optimal,” pungkas Agusman.
(wep)