Dari dalam negeri, rupiah mendapat sentimen kurang baik dari lonjakan defisit APBN 2024 yang diperkirakan menyentuh 2,7%, tertinggi sejak 2005. Defisit yang melebar terutama karena pelemahan rupiah yang telah memicu bolong anggaran lebih dari Rp57 triliun ketika penerimaan negara melemah.
Hasil Survei Konsumen terakhir pada Juni yang dilansir kemarin, memperlihatkan tingkat keyakinan konsumen di Indonesia jatuh ke level terendah dalam empat bulan terakhir kendati masih di zona optimistis.
Penurunan tingkat keyakinan konsumen itu karena masyarakat menilai lapangan kerja saat ini semakin sempit dibanding enam bulan lalu dan pekerjaan masih akan sulit didapatkan ke depan. Hal itu pada akhirnya bisa menggerus pendapatan, tecermin dari ekspektasi penghasilan yang ikut turun.
Namun, sinyal dari Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo yang memberi nada optimistis mungkin bisa mengimbangi. Di hadapan Badan Anggaran DPR-RI, Perry bilang ada ruang penurunan BI rate pada kuartal IV-2024, meski saat ini fokus bank sentral adalah stabilisasi rupiah.
Rupiah diperkirakan akan bergerak di kisaran Rp15.700-Rp16.100/US$ sepanjang tahun ini, menurut perhitungan bank sentral. Sebelumnya, BI memprediksi rupiah akan menguat ke Rp16.000/US$ pada kuartal III dan semakin kuat ke Rp15.900/US$ pada kuartal IV tahun ini.
Analisis teknikal
Secara teknikal nilai rupiah sejatinya berpotensi menguat hari ini, potensial menuju Rp16.220/US$ yang makin mendekati MA-50. Level resistance potensial selanjutnya menarik dicermati pada Rp16.200/US$ yang jadi level paling optimis, juga Rp16.170/US$ sebagai resistance psikologis.
Adapun dalam tren jangka pendek, rupiah memiliki support level di Rp16.280/US$ apabila kembali terjadi pelemahan, dan Rp16.300/US$ serta Rp16.340/US$ sebagai support terkuat yang tercermin dari trendline indicator channel pada time frame daily.
(rui)