Bendahara Negara menjelaskan, lonjakan defisit APBN tahun ini dipicu oleh kombinasi beberapa faktor. Pelemahan nilai tukar adalah salah satunya yang membengkakkan belanja. Pada saat yang sama, pendapatan negara mengalami koreksi di mana pada semester 1-2024 target pajak dan penerimaan cukai tidak tercapai, ditambah perkiraan kenaikan tipis pada sisa tahun ini.
"Defisit APBN akan dibiayai tambahan penggunaan SAL sebesar Rp100 triliun dan penerbitan SBN lebih rendah. Jadi, dalam hal ini meski defisit naik, penerbitan SBN tidak ikut naik malah justru lebih rendah Rp214 triliun," kata Sri Mulyani.
Pada 2022-2023, Sri Mulyani menilai pemerintah telah berhasil mengumpulkan SAL sebagai bantalan dana (cash reserve) cukup besar dan itu akan dibutuhkan saat ini ketika defisit anggaran melebar di tengah suku bunga global yang tinggi dan tekanan pada rupiah masih besar.
"Kami bisa menjaga agar SBN tidak diterbitkan lebih banyak sehingga kami bisa menjaga competitiveness dari SBN kita tanpa mengalami tekanan yang besar. Kami ajukan penggunaan SAL Rp100 triliun dari Rp51 triliun yang diusulkan dalam UU APBN. Hal ini bermafaat sehingga kita tidak perlu masuk ke market lebih besar sehingga bisa menjaga kinerja SBN," kata Sri Mulyani.
(rui)