Dia memperingatkan jika aksi mogok kerja massal tersebut terpaksa dieksekusi, perputaran ekonomi akan terancam. Namun, dia beranggapan wacana tersebut urgen untuk dilakukan demi menggugurkan UU Ciptaker, yang menurutnya lebih penting daripada desakan soal iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Lebih lanjut, Said mengestimasikan jumlah pekerja yang akan melakukan aksi mogok kerja massal mencapai lebih dari 5 juta orang dari berbagai penjuru Tanah Air, dengan perincian anggota KSPI sekitar 2,2 juta orang ditambah dengan anggota Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) yang dipimpin Andi Gani sekitar 3—4 juta orang.
“Namun, biasanya pabrik sebelah yang tidak berserikat juga ikut [mogok kerja] karena dia kan terancam. PHK [pemutusan hubungan kerja] di mana-mana. Industri baja, itu pun nnanti juga akan terjadi PHK. Lebih dari 5 juta buruh akan ikut, terlibat dalam aksi mogok nasional. Bentuknya stop produksi. Jadi dia tidak produksi, keluar dari pabrik, di depan pabrik berdiri, beberapa kelompok menuju ke sentra-sentra pemerintahan,” ujarnya.
Bagaimanapun, Said belum memastikan berapa lama aksi mogok tersebut kemungkinan akan terjadi, lantaran serikat pekerja masih menantikan keputusan MK terkait dengan tuntutan mencabut UU Ciptaker klaster ketenagakerjaan.
Beberapa isu tuntutan yang digarisbawahi oleh Said adalah penghapusan mencadaya (outsourcing), upah layak, PHK sepihak, hak cuti, serta pesangon.
Untuk diketahui, hari ini, Senin (8/7/2024), MK kembali menggelar sidang lanjutan judicial review atau pengujian materiil UU No. 6/2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 2/2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang.
Sidang dijadwalkan pada pukul 10:30 WIB di gedung MK Lantai 2, dengan pemohon terdiri atas Partai Buruh, dan lain-lain. Kuasa hukum atas permohonan sidang tersebut adalah M. Imam Nasef SH, MH dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dan saksi pemohon.
Untuk diketahui, uji materiil merupakan proses pengujian peraturan perundang-undangan yang lebih rendah terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yang dilakukan oleh lembaga peradilan.
Sejak ditetapkannya UU Ciptaker pada 2020, Presiden Joko Widodo mempersilakan kalangan masyarakat siapa saja yang keberatan terhadap konstitusi tersebut untuk mengajukan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi.
Menyitir situs resmi MK, KSPI yang diwakili oleh Said Iqbal, dkk sebelumnya pernah mengajukan permohonan uji materi yang teregistrasi dengan Nomor 101/PUU-XVIII/2020.
Para pemohon perkara tersebut mengajukan uji materi terhadap Pasal 81, Pasal 82, dan Pasal 83 UU Cipta Kerja. Para Pemohon menyatakan bahwa UU Cipta Kerja menimbulkan ketidakpastian hukum serta menghilangkan dan/atau menghalangi hak konstitusional para Pemohon.
Pemohon mendalilkan UU Cipta Kerja bertentangan dengan Pasal 18 Ayat (1), Ayat (2), Ayat (5), Ayat (6), dan Ayat (7); Pasal 27 Ayat (2); Pasal 28D Ayat (1) dan Ayat (2); Pasal 28E Ayat (3), dan Pasal 28I UUD 1945.
(prc/wdh)