Atas kesepakatan prinsip dengan jaksa penuntut AS tersebut, Boeing menghadapi denda kriminal sebesar US$487,2 juta (sekira Rp7,92 triliun). Denda ini merupakan sanksi atas kecelakaan dua pesawat tersebut.
Boeing akan memasang monitor dan diharuskan menghabiskan setidaknya US$455 juta untuk meningkatkan program kepatuhan dan keselamatan selama tiga tahun ke depan sebagai bagian dari kesepakatan, yang membutuhkan persetujuan pengadilan.
Kesepakatan ini juga dapat menghindarkan Boeing dari pengadilan pidana pada saat keuangannya hancur dan kepemimpinannya dalam ketidakpastian.
Boeing tidak segera memberikan komentar. Pembuat pesawat itu pada Juni telah mengatakan kepada jaksa penuntut bahwa mereka tidak setuju dengan temuan bahwa mereka telah melanggar kesepakatan sebelumnya.
Departemen Kehakiman menetapkan pada Mei bahwa Boeing melanggar perjanjian penuntutan yang ditangguhkan pada 2021 terkait dengan kecelakaan yang terjadi pada masa-masa akhir pemerintahan Trump.
Sebagai bagian dari kesepakatan pada 2021, Boeing membayar denda pidana sebesar US$243,6 juta dan mengakui telah menipu Administrasi Penerbangan Federal (FAA) tentang sistem kontrol penerbangan yang tidak jelas terkait dengan kecelakaan tersebut.
Perusahaan juga berjanji untuk meningkatkan kontrol keselamatan internalnya. Sebagai imbalannya, pemerintah akan mencabut tuntutan pidana terhadap perusahaan setelah tiga tahun.
(red/ros)