BEI sebelumnya mengatakan kebijakan PPK FCA telah mengurangi penurunan volatilitas harga saham.
Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik mengeklaim, sejumlah saham yang masuk dalam PPK FCA telah memperlihatkan penurunan volatilitas harga yang lebih stabil selama kurun waktu 3 bulan belakangan.
"Dari [sebelumnya] volatilitas yang sangat tinggi, terjadi penurunan volatilitas harga yang lebih stabil di periode penerapan papan pemantauan khusus dengan mekanisme perdagangan full call auction," ujar Jeffrey
Jeffrey juga mengatakan, dari sebanyak total 68 saham yang masuk dalam PPK FCA tersebut, 28 diantaranya juga telah keluar. Dari total itu, mayoritas saham yang keluar juga disebabkan oleh kriteria nomor 1, yakni rerata saham yang selama 6 bulan ke belakang berada di Rp51.
Kemudian, sebanyak 13 saham yang keluar dari PPK FCA tersebut adalah saham yang yang terkena kriteria nomor 7, yakni soal likuiditas.
"Artinya ada banyak saham yang bisa keluar karena memperbaiki likuiditasnya. Ini tentu menjadi tujuan kita, artinya investor retail khususnya itu mendapatkan likuiditas yang lebih baik melalui mekanisme perdagangan full call auction," ujar dia.
Tiga Kesalahan FCA
Menurut BEI, FCA bertujuan untuk meningkatkan likuiditas, terutama untuk saham dengan harga Rp50. Kebijakan ini juga bertujuan untuk memberikan transparansi dan perlindungan investor.
"Pada kenyataannya, kebijakan tersebut justru bertindak berlawanan dengan tujuan semula, bahkan justru memperburuk keadaan," ujar analis Algo Research Alvin Baramuli.
Menurutnya, ada tiga hal yang salah dalam kebijakan FCA.
Pertama, jika tujuannya untuk meningkatkan likuiditas saham Rp50 dan membuat investor lama bisa keluar, justru akan lebih baik jika dilakukan dengan sesi terbuka.
Justru dengan sistem lelang akan mempersulit investor untuk menemukan bid atau offer dan menghalangi potensi likuiditas baru.
Kedua, jika tujuannya adalah transparansi, mengapa tidak dilakukan live session seperti perdagangan normal.
"Bid atau offer dalam sistem auction, dilakukan di 'belakang pintu yang tertutup'. Jadi, dimana transparansi dan efisiensinya?" kata Alvin Baramuli.
Jika tujuannya adalah untuk melindungi investor, FCA justru melakukan hal yang sebaliknya. Tanpa melihat bid, investor yang ingin menjual mungkin akan menjual pada harga terendah untuk keluar dengan cepat.
"Namun, mengapa investor menawar jika mereka bisa menunggu hingga harganya rendah seperti Rp1/saham? Ini menimbulkan kerugian maksimal bagi penjual."
(ibn/dhf)