Logo Bloomberg Technoz

Dengan mudahnya grup Brain Cipher Ransomware menyusup dan menyandera PDNS 2 muncul dugaan adanya korupsi pada pelaksanaan pusat data. Trubus menuntut keseriusan pemerintah dalam keamanan data.

Tangkapan layar Presiden Jokowi dalam rapat pusat data nasional tahun 2020. (Dok: Setkab)

“Anggaran Rp700 miliar digelontorkan kayaknya banyak perilaku koruptifnya di situ, jadi tidak digunakan sebagaimana mestinya jadi bacaan juga, saya duga,” papar dia.

“Persoalan jadi rumit karena akhirnya Indonesia di-hack, nggak bisa ngapa–ngapain, malah seolah negara kalah, menyerah gitu.”

Tanggung Jawab Pemerintah, Kominfo, dan Telkom

Ketua Communication & Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama Persadha menambahkan bahwa Kementerian Kominfo jadi pemikul tanggung jawab dalam menghadirkan infrastruktur di PDNS 2 Surabaya. 

“Kominfo tidak dapat dikatakan bertanggung jawab dalam kasus ini bahkan cenderung lepas tangan,” ucap dia.

Pratama menyarankan untuk upgrade pengelolaan data center dari sisi teknis juga kualitas SDM. Pasalnya PDN tentu punya risiko lebih besar peretasan dibandingkan sever hasil pengelolaan masing–masing institusi.

“Jika kita bisa meningkatkan kualitas dari SDM yang mengelola PDN seharusnya hal-hal seperti serangan ransomware kali ini tidak akan terjadi lagi,” papar dia.

Pratama menyoal tanggung jawab Telkom selaku vendor pengelola server sementara pusat data, meski Kominfo juga punya peran sentral.

“Dari sisi teknis, bisa jadi yang bertanggung jawab atas kejadian ini adalah PT Telkom, namun karena ini adalah proyek dari Kominfo, maka Kominfo yang harus memastikan bahwa pengelolaan PDN sesuai dengan kaidah-kaidah dan regulasi serta best practice akan standar sebuah data center.”

Versi Ideal Jokowi: PDN dan Perlindungan Data Berjalan Beriringan

Presiden Jokowi pada bulan Februari 2020 menyatakan kehadiran pusat data harus dibarengin dengan perlindungan dan keamanan sebab data adalah sebuah kedaulatan.

“Karena itu, RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) juga menjadi jalan keluar dan solusi atas banyaknya pengaturan data pribadi dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang ada. Ada kurang lebih mungkin 32 regulasi yang mengatur data pribadi,” kata Jokowi.

Ia juga menyampaikan pentingnya pemerintah memiliki pusat data sendiri. Proyek pusat data nasional memiliki target kecepatan, keamanan, dan potensi menghadirkan hanya manfaat.

“Saya ingin menyampaikan soal pentingnya atau urgensinya pengembangan data center di Indonesia,” jelas Jokowi, sambil menyinggung selama ini banyak pusat data yang berlokasi di luar negeri justru dipakai oleh banyak perusahaan startup lokal.

Jokowi melihat bagaimana Indonesia punya daya tarik dari banyak perusahaan layanan pusat data seperti Amazon, Alibaba, Google, Microsoft.

“Karena melihat negara kita memiliki daya tarik, memiliki potensi yang besar, dan kita memiliki ekosistem startup yang paling aktif di Asia Tenggara dengan market digital yang terbesar,” tutur Jokowi empat tahun lalu dalam sebuah Rapat Terbatas.

(fik/wep)

No more pages