Selanjutnya, Sri juga menyampaikan bahwa dari sisi sektoral masih terdapat potensi optimalisasi sektor yang belum optimal kontribusinya terhadap penerimaan pajak. Dengan demikian, pemerintah perlu memperkuat basis perpajakan dan meningkatkan tingkat kepatuhan Wajib Pajak.
Namun demikian, pemerintah tetap optimis bahwa terdapat peluang yang dapat dioptimalkan untuk mengkerek rasio perpajakan. Termasuk dampak atas meningkatnya kelas menengah dan perubahan sosial-ekonomi penduduk.
“Sejalan dengan hal tersebut maka kebijakan perpajakan diarahkan untuk mendorong optimalisasi dengan tetap menjaga iklim investasi dan keberlanjutan dunia usaha,” kata Sri.
Sebagai informasi, Banggar DPR RI dan pemerintah sepakat menetapkan target pendapatan negara di kisaran 12,30%-12,36% terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2025. Angka ini lebih tinggi dari kisaran yang diajukan pemerintah, yakni 12,14%-12.36% terhadap PDB.
Asumsi ini disahkan dalam rapat panja terkait postur makro fiskal dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) 2025. Rapat Panja juga menetapkan asumsi belanja negara 2025 berada di kisaran 14,59%-15,18% terhadap PDB. Kisaran ini tak berubah dari yang diusulkan pemerintah.
Kemudian, asumsi keseimbangan primer ditetapkan berada pada level minus 0,14%-0,61%, atau memiliki batas bawah lebih rendah dibanding yang diajukan pemerintah, yakni minus 0,3%-0,61%.
Dengan demikian, Banggar dan pemerintah sepakat menetapkan level defisit anggaran di level 2,29%-2,82% atau lebih rendah dibanding usulan awal pemerintah, yakni di kisaran 2,45%-2,82%.
(azr/dhf)