Langkah ini menggarisbawahi kesulitan yang dihadapi perusahaan-perusahaan barat dalam menciptakan rantai pasokan mineral-mineral penting yang bebas dari pengaruh China. bulan lalu, Eramet membatalkan rencana untuk membangun kilang nikel-kobalt senilai US$2,6 miliar dengan BASF SE dari Jerman di Weda Bay, dengan alasan ketersediaan nikel untuk bahan baku baterai yang terus meningkat.
Proyek tersebut akan menjadi satu-satunya fasilitas HPAL di Indonesia dengan pemegang saham dari negara barat, yang berpotensi membuatnya memenuhi syarat untuk mendapatkan subsidi yang besar di bawah Undang-Undang pengurangan inflasi Amerika Serikat.
Perusahaan-perusahaan China telah mampu membangun pabrik jauh lebih cepat dan lebih murah daripada rekan-rekan mereka dari barat, tetapi juga menghadapi kekhawatiran tentang bagaimana mereka mengelola limbah tambang dengan risiko kontaminasi yang parah.
Pembangunan pabrik HPAL tambahan yang dibangun di China—yang memproses bijih nikel untuk digunakan dalam baterai—diperkirakan akan dilakukan di Indonesia dalam beberapa tahun ke depan untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat dari sektor kendaraan listrik. Huayou telah membangun dua fasilitas semacam itu di negara ini, dan akan membangun dua fasilitas lagi melalui kerja sama dengan Vale SA dari Brasil.
Nickel Industries Ltd yang terdaftar di Australia dan konglomerat Indonesia PT Harum Energy juga sedang membangun pabrik dengan Tsingshan Holding Group, produsen nikel dan baja tahan karat terbesar di dunia.
(azr/dhf)