Republik Islam ini tengah menghadapi krisis legitimasi yang besar selama beberapa tahun terakhir. Hal ini seiring pertumbuhan protes secara langsung terhadap pendirian agama dan Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei.
Konflik Iran dengan Israel juga telah mencapai tingkat yang berbahaya dalam beberapa bulan terakhir. Kedua negara hampir berperang setelah saling serang pada April lalu.
Ketegangan tetap sangat tinggi di wilayah ini karena Israel melanjutkan perangnya melawan Hamas, yang didukung Iran di Gaza. Israel juga terlibat dalam konflik dengan Hizbullah, yang juga sangat didukung oleh Republik Islam.
Pezeshkian juga menghadapi kemungkinan kepemimpinan Donald Trump yang berpotensi kembali ke Gedung Putih AS. Selama kepemimpinan pada 2017-2021, Trump menerapkan strategi "tekanan maksimum" yang bermusuhan terhadap Iran yang mengacaukan Teluk Persia, mengguncang pasar minyak, dan hampir memicu perang langsung.
Trump-lah yang keluar dari kesepakatan nuklir yang disetujui oleh pendahulunya, Barack Obama.
Pemilu Iran sendiri berjalan sangat singkat usai kematian ulama Ebrahim Raisi Mei lalu. Selain itu, jumlah partisipasi pemilih pun sangat rendah yang menjadi gambaran ketidakpercayaan rakat Iran pada sistem politik Khamenei.
Meski demikian, Pezeshkian akan menandai sebuah perubahan tajam dari pendahulunya, Raisi. Dia adalah tokoh non ulama pertama sejak Mahmoud Ahmadinejad terpilih sebagai presiden. Wajahnya yang hampir dicukur bersih serta gayanya yang lugas menunjukkan jaraknya dari elit ulama.
Meskipun dipandang sebagai orang yang berpikiran modern dan berpendidikan tinggi, dia juga sangat religius. Seringnya ia menggunakan jargon bisnis berbahasa Inggris dalam debat yang disiarkan di televisi diimbangi dengan pembacaan ayat-ayat Al-Quran, membuatnya mendapat dukungan dari para pemilih yang lebih konservatif.
Selama kampanyenya, Pezeshkian berjanji untuk mengatasi inflasi yang tinggi, mengupayakan keringanan sanksi, dan menghidupkan kembali kesepakatan nuklir yang compang-camping dengan negara-negara besar dunia. Dia mengelilingi dirinya dengan para moderat dan reformis dari tim kebijakan luar negeri mantan Presiden Hassan Rouhani, termasuk mantan Menteri Luar Negeri Mohammad Javad Zarif.
Namun, ia menghadapi masa-masa sulit dalam jabatannya. Parlemen Iran didominasi oleh kelompok garis keras yang telah menggagalkan upaya-upaya sebelumnya untuk memulihkan perjanjian nuklir 2015 dan dengan tegas menentang upaya-upaya untuk mengubah undang-undang perbankan agar sesuai dengan standar Financial Action Task Force.
Pezeshkian juga akan diharapkan untuk mengatasi perlawanan sengit terhadap undang-undang yang ketat tentang pakaian wanita dan perlakuan kasar mereka di tangan pasukan keamanan. Ini adalah sesuatu yang sebagian besar gagal dicapai oleh para pendahulunya yang reformis dan moderat karena begitu banyak kebijakan Iran yang pada akhirnya diputuskan oleh badan-badan yang tidak dipilih seperti peradilan atau Khamenei sendiri.
(bbn)