Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Kementerian Kesehatan membantah narasi di media sosial yang menyebutkan imunisasi dapat merusak sel dan DNA sehingga menyebabkan penyakit autoimun, meningitis dan penyakit lainnya. 
 
Direktur Pengelolaan Imunisasi Kemenkes Prima Yosephine mengimbau masyarakat untuk mencari informasi yang valid dari sumber terpercaya, seperti situs resmi Kemenkes, World Health Organization (WHO), atau Centers for Disease Control and Prevention (CDC).

Senada, Ketua Komisi Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas PP KIPI) Hindra Irawan Satari mengatakan hingga saat ini tidak ada bukti ilmiah yang mengaitkan imunisasi dengan kerusakan sel dan DNA, penyakit autoimun, maupun meningitis.

“Faktanya, imunisasi adalah upaya pemberian vaksin untuk melindungi seseorang dari penyakit tertentu dan meningkatkan kekebalan tubuh terhadap berbagai penyakit menular pada masa mendatang,” ujar Hindra dalam siaran pers, dikutip Sabtu (6/7/2024). 

Apapun, efek samping imunisasi yang umum terjadi adalah nyeri, demam, atau sakit kepala. Efek samping ini dikenal sebagai Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI).

Namun, KIPI tidak selalu terjadi dan manfaat imunisasi jauh lebih besar dibandingkan risiko efek sampingnya.

Pemberian imunisasi pada anak mendapat perhatian masyarakat usai terjadi kasus kematian bayi di Sukabumi, Jawa Barat. Seorang bayi laki-laki berinisial MKA meninggal beberapa jam setelah mendapatkan imunisasi dengan empat jenis vaksin. Berdasarkan catatan medis, bayi tersebut mendapatkan vaksin Bacille Calmette-Guerin (BCG) untuk penyakit tuberkulosis (TB), Difteri-Pertusis-Tetanus-Hepatitis B-Haemophilus Influenzae Type B (DPT-HB-Hib), Polio tetes dan Rotavirus untuk pencegahan diare.

Tidak Perlu Informed Consent 

Prima mengatakan setiap bayi dan anak berhak memperoleh imunisasi untuk mendapatkan perlindungan dari berbagai penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. 

“Pemberian imunisasi sebagai bagian dari program kesehatan masyarakat tidak memerlukan informed consent perseorangan. Namun, sebelum pemberian imunisasi, orangtua atau sasaran imunisasi diberikan informasi yang jelas terkait imunisasi yang akan didapatkan,” ujarnya. 

Di Indonesia, imunisasi merupakan bagian dari program kesehatan masyarakat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Pasal 44 UU Kesehatan menyatakan, pemerintah bertanggung jawab untuk menyediakan imunisasi bagi bayi dan anak.

Hindra menambahkan imunisasi nasional tidak memerlukan informed consent individual karena telah disosialisasikan secara luas dan bertujuan melindungi anak-anak penerus bangsa agar terhindar dari penyakit yang dapat menyebabkan kematian, kecacatan, dan menimbulkan wabah.

“Tidak ada unsur pemaksaan karena tidak ada sanksinya,” ujarnya.

(dov/frg)

No more pages