Logo Bloomberg Technoz

Menurut Semuel, Kominfo telah mencoba mengakses via key atau kunci akses (dekripsi) dan berfungsi. “Tapi, data-data yang dikunci itu banyak, jadi saya masih belum tahu itu prosesnya bagaimana,” papar dia.

Pratama Persadha, Chairman Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) sekaligus praktisi keamanan sistem menyatakan dari informasi Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) yang dia dapatkan bahwa key access pemberian Brain Cipher Ransomware belum bisa dipergunakan.

“Penggunaan kunci tersebut umtuk membuka file PDN yg ter-enkripsi masih belum bisa. Samopi tadi malam saya cek ke tim BSSN, masih dicoba,” papar Pratama saat berbincang dengan Bloomberg Technoz, Jumat.

Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menilai belum dapat dipastikan bahwa pemerintah tidak boleh begitu saja percaya dengan kunci ekripsi yang diberikan oleh grup ransomware.

Apalagi  mereka mengklaim pemberian kunci gratis, padahal sebelumnya pemerintah menyampaikan terdapat permintaan tebusan US$8 juta. “Apakah informasi ini dapat dipercaya atau tidak, kalau memang pun benar, kita tentu bersyukur ya, bahwa nanti semua data semua layanan bisa dipulihkan kembali, tapi baik informasi tersebut benar ataupun tidak, peristiwa ini janganlah kita abaikan dan bahkan lupakan begtu saja,” papar dia.

Banyaknya celah keamanan data di PDNS 2 Surabaya memang menuai kritik, mulai dari praktisi siber hingga anggota dewan. Perlu ada evaluasi dan pengakuan bahwa Indonesia tidak lebih hebat dari negara-negara yang punya standarisasi mitigasi peretasan mutakhir seperti Amerika Serikat (AS).

“Kita lantas terlalu pede mempercayai teknologi padahal tidak seperti itu,” kata Ardi Sutedja dari Indonesia Cyber Security Forum (ICSF).

Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi dalam rapat bersama DPR pernah mengaku angka serangan ransomware ke wilayah Indonesia sangat rendah dibandingkan negara lain, merespons tanggung jawab atas serangan siber di PDNS 2 Surabaya.

Menurut dia, serangan ransomware terbesar terjadi di Amerika Serikat yang mencapai 40,34%; diikuti Kanada 6,75%; Inggris 6,44%; Jerman 4,92%; dan Prancis 3,8%. Sedangkan Indonesia, kata dia, hanya terkena dampak sekitar 0,67% dari serangan Ransomware di dunia. 

“Di tahun 2022-2023, tidak ada seluruh dunia yang tidak terkena serangan Ransomware,” tutur Budi.

(wep)

No more pages