Ia mengaku pernah menyampaikan kepada Sri Mulyani agar berhemat dalam memberi insentif fiskal. Sebab menurutnya, fasilitas yang diberikan kepada pelaku usaha atau investor tak melulu harus berupa insentif fiskal.
Menurut dia, pemerintah dapat memberikan opsi fasilitas lainnya untuk pihak-pihak tersebut, utamanya yang memiliki manfaat jangka panjang. Dia menggambarkan, ini seperti kemudahan penyediaan sarana dan prasarana untuk berbisnis.
“Nah itu yang harus kita koreksi. Menurut saya itu lebih bagus memberikan hal yang seperti itu dibandingkan insentif fiskal,” ucap Suharso.
Meskipun demikian, ia menegaskan bahwa dirinya tetap mendukung masuknya investor ke Indonesia dan mengakui bahwa insentif fiskal memiliki manfaat bagi investasi. Menurut dia, pemberian insentif fiskal dapat menarik minat investor untuk berinvestasi dan memiliki dampak lanjutan terhadap perekonomian.
Dengan demikian, Suharso berpendapat bahwa pembentukan family office jangan dilakukan terburu-buru dan harus dilakukan lebih lanjut dengan melihat bukti-bukti keberhasilan pembentukan family office.
Sebab, ia mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan besar dunia sudah tidak membutuhkan fasilitas tax haven yang ditawarkan dari pembentukan tax office.
Sebagai informasi, pemerintah mewacanakan pembentukan family office yang akan difungsikan mengelola keuangan orang-orang super kaya. Jokowi membidik potensi pengelolaan dana US$500 miliar atau sekitar Rp8.178,8 triliun dari pembentukan family office.
"Family office, sebuah klaster keuangan yang memberikan kemudahan pelayanan bagi keluarga-keluarga besar untuk menanamkan dananya di Indonesia. Tadi dipikirkan mulai dari segi potensi, regulasi dan akan dibentuk tim khusus untuk mengkaji ini," ujar Sandiaga Uno kepada wartawan usai rapat dengan Jokowi di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (1/7).
"Kalau Indonesia bisa menarik 5% saja, kita bicara angka US$500 miliar itu cukup besar dalam beberapa tahun ke depan," kata Sandi.
(azr/lav)