Bloomberg Technoz, Jakarta - Badan Anggaran (Banggar) DPR RI bersama pemerintah mematok nilai tukar rupiah berada di kisaran Rp15.300-Rp15.900/US$ dalam asumsi makro rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) 2025. Kisaran ini lebih kuat dibanding usulan pemerintah yang tercantum dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025, yakni Rp15.300-Rp16.000/US$.
“Laporan panja asumsi dasar, kebijakan fiskal, pendapatan, defisit dan pembiayaan dalam rangka pembicaraan pendahuluan RAPBN [Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah] tahun anggaran 2025 dapat disetujui?,” ucap Ketua Banggar Said Abdullah sambil mengetok palu, dalam Rapat Kerja Banggar dan Pemerintah di DPR RI, Kamis (4/7/2024).
Pergerakan nilai tukar Rupiah sangat tergantung pada dinamika eksternal, selain kondisi fundamental ekonomi dalam negeri. Ketidakpastian perubahan stance kebijakan moneter The Fed, kondisi geopolitik global, pelemahan kinerja ekonomi global, khususnya mitra dagang utama Indonesia menjadi faktor dominan yang mempengaruhi pergerakan Rupiah seperti yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Meskipun kondisi fundamental ekonomi dalam negeri relatif baik, meningkatnya dolar indeks akibat berbagai faktor tersebut memberikan tekanan pada pergerakan nilai tukar Rupiah.
Dalam rangkuman hasil rapat dipaparkan, nilai tukar rupiah disepakati mempertimbangkan pelaung dan risiko dari pergerakan nilai tukar rupiah sepanjang 2024 dan 2025, terutama yang bersumber dari sisi eksternal.
"Terbentuknya pemerintahan baru pasca-Pemilu di berbagai negara, termasuk di Indonesia, akan mengurangi faktor ketidakpastian sehingga mendorong aktivitas investasi yang semula investor cenderung wait and see," demikian tertulis dalam catatan hasil rapat.
Disebutkan pula, stance kebijakan moneter di negara-negara maju juga diperkirakan sudah mulai menuju pelonggaran, sehingga akan mengurangi tekanan di pasar keuangan.
Dari sisi domestik, prospek ekonomi nasional yang diperkirakan masih kuat serta berbagai langkah perbaikan kinerja sektor riil dan industri diharapkan akan terus membuka peluang masuknya investasi langsung dan meningkatkan kinerja ekspor Indonesia, sehingga diharapkan mendorong masuknya devisa.
Inflasi yang diklaim tetap terjaga rendah juga memberikan ruang yang cukup bagi kebijakan moneter untuk turut mendukung kinerja sektor riil.
Meski demikian, masih terdapat risiko terutama terkait dinamika geopolitik global serta perubahan stance kebijakan moneter global yang lebih lambat dari yang diperkirakan. Hal ini dapat memicu gejolak arus modal di dalam negeri.
Perbaikan ekonomi domestik juga dapat mendorong peningkatan impor yang lebih besar, jika tidak diikuti dengan peningkatan ekspor dan investasi langsung, akan memberikan tekanan pada posisi neraca berjalan.
Asumsi Pertumbuhan Ekonomi Tetap
Anggota Banggar DPR RI Fraksi Gerindra, Sri Meliyana menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi dipatok 5,1% - 5,5% mempertimbangkan dinamika eksternal dan domestik serta arah kebijakan ekonomi nasional.
Dari sisi eksternal, lanjut Sri, ketidakpastian dan risiko global masih tinggi terutama terkait arah kebijakan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed, eskalasi geopolitik, gangguan rantai pasok global, hingga terbatasnya ruang kebijakan di banyak negara.
“Hal tersebut menyebabkan outlook pertumbuhan global diperkirakan stagnan di tahun 2024 dan 2025,” tutur Sri Meliyana.
Laju perekonomian 5,1% - 5,5% tersebut akan ditopang oleh permintaan domestik, serta kebijakan fiskal. Dua komponen tersebut, menurut dia dapat menjaga stabilitas perekonomian dan mendorong transformasi ekonomi RI.
Atas dasar tersebut, belanja modal pemerintah diharapkan dapat mendukung permintaan domestik, hingga mendorong aktivitas sektor swasta.
“Untuk itu, alokasi belanja negara diarahkan pada program-program yang lebih produktif untuk mendukung pertumbuhan serta memastikan keadilan dan ketepatan sasaran dalam belanja sosial,” ujarnya.
Sementara investasi, diperkirakan masih meningkat seiring dengan kepastian atas pemilihan umum (pemilu) nasional maupun global.
Sri menyebut, masih kuatnya konsumsi domestik diharapkan dapat menjadi mesin keberlanjutan pembangunan infrastruktur, dan berbagai langkah penguatan reformasi struktural untuk meningkatkan iklim usaha dan investasi.
“Di tengah prospek ekonomi dunia yang diperkirakan masih relatif stagnan, berbagai upaya Pemerintah untuk mendorong diversifikasi pasar dan produk ekspor, termasuk pengembangan produk-produk hilirisasi lanjutan diharapkan dapat meningkatkan kinerja ekspor nasional,” pungkas Sri.
Berikut Asumsi Dasar Makro-Fiskal yang ditetapkan Pemerintah dan DPR:
Kesepakatan Panja:
- Pertumbuhan Ekonomi: 5,1%-5,5%
- Inflasi: 1,5%-3,5%
- Nilai Tukar Rupiah: Rp 15.300/US$-Rp 15.900/US$
- Suku Bunga SBN 10 tahun: 6,9% - 7,2%
- Harga Minyak Mentah Indonesia: US$75-US$85 per barel
- Lifting Minyak Bumi: 580 ribu hingga 605 ribu barel per hari
- Lifting Gas Bumi: 1.003 ribu hingga 1.047 ribu barel setara minyak per hari
Ajuan Pemerintah:
- Pertumbuhan Ekonomi: 5,1%-5,5%
- Inflasi: 1,5%-3,5%
- Nilai Tukar Rupiah: Rp 15.300/US$-Rp 16.000/US$
- Suku Bunga SBN 10 tahun: 6,9% - 7,3%
- Harga Minyak Mentah Indonesia: US$75-US$85 per barel
- Lifting Minyak Bumi: 580 ribu hingga 601 ribu barel per hari
- Lifting Gas Bumi: 1.003 ribu hingga 1.047 ribu barel setara minyak per hari
(azr/lav)