Hubungan keduanya yang semakin erat kemungkinan akan membuat jengkel negara-negara Barat yang menekan China untuk berhenti mendukung perang Rusia melawan Ukraina. Beijing berupaya meenampilkan diri sebagai pihak netral, tetapi sekutu-sekutu Ukraina menuding Beijing menyediakan teknologi dan suku cadang untuk senjata yang digunakan dalam perang kepada Kremlin.
Presiden Finlandia Alexander Stubb pada Selasa (02/07/2024) berkata China dapat mengakhiri perang hanya dengan "satu panggilan telepon" jika mereka mau karena Rusia sangat bergantung pada Beijing. Namun, saran ini ditolak oleh China.
Sejak Xi dan Putin terakhir kali bertemu pada Mei, pemimpin Rusia ini telah memperkuat kemitraannya di seluruh Asia. Putin melakukan perjalanan pertamanya ke Korea Utara dalam 24 tahun terakhir bulan lalu, di mana ia menandatangani perjanjian dengan Kim Jong Un untuk saling membantu jika diserang. Kim juga berjanji untuk "mendukung tanpa syarat" Rusia dalam perangnya melawan Ukraina.
Putin melanjutkannya dengan kunjungan ke Vietnam, di mana ia mengatakan bahwa Moskow sedang mempertimbangkan untuk mengubah doktrin nuklirnya sebagai tanggapan atas pembicaraan di Barat tentang "menurunkan ambang batas penggunaan senjata nuklir." Rusia baru-baru ini mengadakan latihan tempur untuk mempraktikkan penggunaan senjata nuklir taktis.
Ancaman pemimpin Rusia untuk menggunakan senjata nuklir sejak invasi ke negara tetangganya pada Februari 2022 telah menuai kecaman dari AS dan sekutu-sekutunya di Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Xi juga telah memperingatkan agar tidak menggunakan senjata nuklir.
Beijing sendiri menghadapi ancaman pembalasan yang semakin besar dari AS atas perannya dalam perang Ukraina, yang dapat semakin menyeret ekonomi China yang sedang melambat. Menteri Keuangan AS Janet Yellen telah memperingatkan bahwa institusi-institusi keuangan China dapat menghadapi sanksi jika mereka memfasilitasi perdagangan dengan Rusia yang membantu kemampuan militer Moskow. Yellen bulan lalu mengatakan bahwa bank-bank besar sebagian besar telah mematuhi sanksi-sanksi Rusia, namun tidak menutup kemungkinan untuk menindak para pemberi pinjaman yang melakukan pelanggaran sistematis.
Menghadapi pengawasan yang semakin ketat dari negara-negara Barat atas tujuan militer mereka, China dan Rusia telah menanggapi dengan mendorong perluasan kelompok-kelompok yang lebih berpengaruh pada mereka. Blok BRICS yang terdiri dari negara-negara pasar berkembang bertambah dua kali lipat tahun ini, menyambut Iran, Uni Emirat Arab, Ethiopia, dan Mesir.
Sekretaris Jenderal SCO Zhang Ming mengatakan kepada media China pada Senin, KTT Shanghai Cooperation Organization diperkirakan akan menjadikan Belarusia sebagai anggota ke-10 dari kelompok regional yang dibentuk oleh China. Iran bergabung tahun lalu. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah menyatakan ketertarikannya untuk bergabung dengan blok ini, dan bertemu dengan Putin pada Rabu di KTT.
Erdogan mengundang Putin ke Turki dan mengatakan bahwa Ankara siap untuk membantu pembicaraan guna mengakhiri perang di Ukraina. Pemimpin Turki ini mengatakan pada mitranya dari Rusia bahwa "perdamaian adil yang dapat memuaskan kedua pihak adalah hal yang mungkin," demikian disampaikan dalam sebuah pernyataan dari pemerintah Turki.
Pertemuan antara kedua pemimpin ini merupakan yang pertama sejak Turki menyetujui bergabungnya Swedia ke NATO pada awal tahun ini, sebuah respon terhadap invasi Rusia ke Ukraina, dan dilakukan menjelang partisipasi Erdogan dalam pertemuan puncak para pemimpin aliansi ini di Washington pekan depan.
Pada pertemuan Xi dengan Putin, presiden China tersebut mengatakan negaranya mendukung Rusia dalam memenuhi tugasnya sebagai ketua bergilir BRICS, menyatukan negara-negara Selatan, mencegah "perang dingin baru" dan menentang "sanksi dan hegemoni sepihak yang tidak sah."
Xi menekankan pentingnya negara-negara Selatan untuk memberikan pengaruh yang lebih besar dalam urusan internasional dalam sebuah acara di Beijing pekan lalu, ketika China berusaha melawan tatanan dunia yang dipimpin oleh Amerika Serikat.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, mengatakan dalam sebuah taklimat rutin pada Senin bahwa SCO telah "menjadi contoh yang baik dari jenis hubungan internasional baru dan kerja sama regional." Beijing berharap KTT ini akan "berkontribusi pada keamanan, stabilitas, pembangunan dan kemakmuran semua negara," tambahnya.
China akan mengambil alih kepresidenan bergilir SCO setelah KTT di Astana. Xi juga akan mengunjungi Tajikistan minggu ini.
(bbn)