Menurut dia, pasar berekspektasi The Fed akan menurunkan suku bunganya sebanyak satu kali pada akhir tahun ini, meski sebelumnya berekspektasi terjadi pemangkasan sebanyak tiga kali.
“Berarti bertentangan dengan intuisi kita, karena AS inflasi relatif terkendali mestinya sudah harus diturunkan,” kata Hendrawan.
Dia mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengusulkan target nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, yakni sebesar Rp15.300/US$-15.900/US$.
Besaran tersebut, kata Hendrawan, ditentukan DPR dan pemerintah untuk memberikan sinyal kepada pasar bahwa rupiah masih akan bergerak pada rentang Rp15.000/US$ - Rp16.000/US$ pada tahun mendatang.
“Tapikan faktanya sudah melewati di atas Rp16.000 [per dolar AS]. Tapi Bank Indonesia selalu mengatakan kami optimis rupiah akan menguat, ini kan terjadi karena the fed dalam tanda petik membuat keputusan yang berbeda dengan sentimen pasar,” tuturnya.
Sebagai informasi, Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) periode 1993-1998 Soedrajad Djiwandono mengungkapkan rupiah dapat tembus Rp17.000/US$ jika The Fed tiba-tiba menaikan suku bunga acuan lagi.
"Kalau The Fed menaikan suku bunga itu yang paling berbahaya. Hanya kalau AS menaikkan suku bunga, maka kita bisa depresiasi sampai Rp17.000/US$. Tapi kalau tidak menaikkan, tidak akan sampai Rp17.000/US$" ujar Soedrajad dalam Mid Year Banking and Economic Outlook Infobank di Jakarta, Selasa (2/7/2024).
Menurut dia, dolar AS secara fundamental terbilang sangat kuat. Pasalnya, tanpa kebijakan moneter berupa kenaikan Fed Fund Rate saja, dolar AS memiliki performa yang baik.
Lebih lanjut, ia menyoroti belum dipangkasnya Fed Fund Rate hingga menggeser ekspektasi pasar atas penurunan suku bunga The Fed itu. Bahkan, setelah Bank Sentral Eropa (ECB) menurunkan suku bunga acuannya, The Fed masih belum juga memangkas suku bunga acuan.
“Tahu-tahu The Fed naikkan suku bunga, itu sudah ditakutin, ya. Menurut saya, diem aja dolar kuat, kok,” tutur Soedrajad.
(azr/lav)