“Memang dalam konteks besarnya adalah keselarasan antara apa perencanaan ekonomi dengan bagaimana dunia pendidikan itu bergerak memenuhi kebutuhan dunia kerja,” ucap Teguh.
Selain saran tersebut, Teguh berpandangan bahwa pemerintah dapat memberikan insentif bagi perusahaan-perusahaan yang mampu menarik banyak tenaga kerja atau industri padat karya.
Menurut dia, saat ini insentif hanya diberikan bagi pihak-pihak atau perusahaan yang berminat melakukan investasi saja. Dengan begitu, ia juga menilai pemerintah perlu melakukan sosialisasi pemanfaatan super tax deduction bagi dunia usaha dan industri untuk melakukan pelatihan.
“Generasi muda jangan sampai mereka frustasi. Jangan menjadi beban ke depan sehingga bonus demografi itu hanya isu, hanya jargon atau kesempatan saja. Tapi harus diwujudkan jadi nyata untuk kemajuan bangsa,” ujar dia.
Sementara untuk jangka pendek, Teguh memandang solusi yang ditempuh pemerintah masih perlu penyempurnaan dan dilanjutkan oleh pemerintah mendatang. Salah satunya, merupakan program kartu prakerja. Meskipun begitu, ia menyebut bahwa program tersebut masih terbatas pemanfaatannya karena hanya berupa situs yang dapat diakses penggunanya untuk pelatihan daring dan luring.
“Tetapi setelah pelatihan ini nanti dia kerjanya seperti apa. Harus komprehensif tidak hanya berlatih atau dilatih saja. Tetapi setelah dilatih juga ada penyerapan dan penyerapannya seperti apa,” kata Teguh.
Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa hingga Februari 2024 jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,2 juta orang.
Sedangkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Indonesia pada Februari 2024 mencapai 4,82%. Jumlah tersebut menurun sekitar 790 ribu orang dari periode yang sama tahun sebelumnya dengan TPT 5,45%. Kendati demikian angka tersebut masih dinilai tinggi, apalagi kalau dilihat angka setengah menganggur jumlahnya sebanyak 12,11 juta orang.
(azr/frg)