Besaran BMAD yang ditetapkan —yaitu 100,12% hingga 155% untuk kelompok berkepentingan yang kooperatif dan 199% untuk yang tidak kooperatif— menurutnya mencerminkan keadilan dan keberpihakan pemerintah terhadap keberlanjutan industri keramik nasional.
Di sisi lain, d ia mengatakan industri keramik nasional harus dipandang sebagai industri strategis di samping padat modal juga menyerap lebih dari 150.000 pekerja dengan kapasitas produksi terpasang yang cukup besar sekitar 625 juta meter persegi per tahun.
Industri ini juga telah memenuhi tingkat komponen dalam negeri (TKDN) rata-rata di atas 80%.
"Belajar dari pengalaman Amerika Serikat, Uni Eropa, Timur Tengah, dan Meksiko yang lebih dahulu menerapkan BMAD terhadap produk impor dari China —seperti contohnya AS yang menerapkan BMAD 200%—400% — diharapkan industri keramik nasional bisa pulih dan bangkit lebih cepat menjadi tuan rumah yang baik di negeri sendiri," tuturnya.
KADI Kementerian Perdagangan sebelumnya mengatakan industri manufaktur Indonesia merupakan sektor yang paling rawan mendapatkan tekanan dumping dari China, di tengah ekspansi pabrikan di Negeri Panda dalam hampir 2 tahun terakhir.
Dumping merupakan praktik perniagaan tidak sehat (unfair trade) yang dilakukan suatu negara dengan cara menjual atau 'membuang' (dump) barang buatannya ke luar negeri, dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan harga di dalam negerinya.
Ketua KADI Danang Prasta Danial mengatakan terdapat kasus dugaan dumping China di Indonesia yang saat ini masih berjalan dan sedang diurus instansinya.
“Kasus dugaan dumping dari China yang saat ini masih berjalan antara lain baja jenis piringan gulung panas atau hot rolled plate [HRP], filamen, nilon plastik, dan ubin keramik,” ujar Danang kepada Bloomberg Technoz, awal Juni.
KADI dalam penyelidikannya menemukan bahwa baja menjadi industri yang paling banyak didera kasus dumping. Sebanyak 50 kasus yang terbukti dumping terjadi di sektor ini dan telah dikenakan BMAD.
Adapun, belum lama ini Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyebut Presiden Joko Widodo menyetujui kebijakan proteksi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) domestik melalui mekanisme bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) dan BMAD, yang juga akan diberlakukan kepada produk impor pakaian jadi, elektronik, alas kaki, hingga keramik.
Hal tersebut disampaikan Zulhas —panggilan Zulkifli — usai menghadiri rapat internal mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) industri tekstil, di Istana Kepresidenan, Selasa (25/6/2024) yang juga turut dihadiri oleh Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Adapun, untuk perlindungan jangka panjang, Zulhas mengatakan akan mengubah aturan impor dari Permendag No. 7/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, yang juga perubahan dari aturan impor sebelumnya yakni Permendag No. 36/2023 dan Permendag No. 25/2022.
Maupun dikembalikan kepada aturan Permendag No. 8/2024 tentang perubahan ketiga atas Permendag No. 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
"Sementara untuk perumusan, melindungi jangka panjang, sesuai usulan Menteri Perindustrian, apakah balik ke Permendag 8 atau menyusun aturan baru; nanti kami akan berunding lebih lanjut," tegasnya.
(prc/wdh)