Institute of Supply Management (ISM) melaporkan aktivitas jasa di Negeri Paman Sam yang diukur dengan Purchasing Managers’ Index (PMI) berada di 48,8. Jauh di bawah bulan sebelumnya yang sebesar 53,8 dan menjadi yang terendah sejak April 2020, kala pandemi Covid-19 sedang mengganas.
PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Skor di bawah 50 menunjukkan aktivitas yang berada di zona kontraksi, bukan ekspansi.
Sektor jasa adalah tulang punggung ekonomi AS, dengan sumbangan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai hampir 80%. Jadi masalah di sektor ini akan menyebabkan problema terhadap perekonomian AS secara keseluruhan.
Rilis data kedua adalah di bidang ketenagakerjaan. Automatic Data Processing Inc IADP) mengumumkan sektor swasta AS menciptakan 150.000 lapangan kerja pada Juni. Lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang sebanyak 157.000 dan menjadi yang terendah sepanjang tahun ini.
“Kalau tidak ada kebangkitan di sektor leisure dan hospitality, maka Juni akan menjadi bulan yang lebih buruk,” tegas Nela Richardson, Kepala Ekonom ADP, dalam keterangan tertulis.
Dua data tersebut menggambarkan ekonomi Negeri Adidaya sudah mulai tidak berdaya. Ini menjadi sinyal kuat bahwa kebijakan moneter ketat telah memakan ‘tumbal’.
Oleh karena itu, investor makin yakin bahwa bank sentral Federal Reserve bisa menurunkan suku bunga dalam waktu dekat mengingat laju inflasi yang mungkin akan meredam seiring perlambatan ekonomi. Mengutip CME FedWatch, peluang penurunan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5-5,25% dalam rapat The Fed pada September mencapai 68,4%.
Tidak selesai sampai di situ, Gubernur Jerome ‘Jay’ Powell dan kolega pun diperkirakan bakal menurunkan suku bunga acuan sekali lagi. Probabilitas pemangkasan Federal Funds Rate sebanyak 25 bps menjadi 4,75-5% dalam rapat Desember adalah 46,7%.
Emas adalah aset yang tidak memberikan imbal hasil (non-yielding asset). Memegang emas akan lebih menguntungkan saat suku bunga turun.
(aji)