Petisi yang disetujui oleh lebih dari 50.000 orang dalam waktu 30 hari itu akan dirujuk ke sub-komite parlemen yang meninjau petisi di bawah komite legislasi dan kehakiman, dan dapat diajukan ke sidang pleno.
Petisi tersebut menyatakan bahwa Yoon melakukan korupsi dan meningkatkan kemungkinan perang dengan Korea Utara.
Selain itu, Yoon dinilai tidak mampu untuk mencegah Jepang melepaskan air radioaktif yang telah diproses dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima hingga menempatkan warga Korsel dalam bahaya kesehatan.
Berdasarkan undang-undang, parlemen harus menyerahkan petisi yang ditandatangani oleh lebih dari 50.000 orang Korsel kepada komite yang akan menentukan apakah akan diajukan untuk pemungutan suara atau tidak.
Media melaporkan bahwa Partai Demokratik, yang memiliki mayoritas di parlemen, masih ragu-ragu untuk mengubah petisi tersebut menjadi RUU pemakzulan. Seorang juru bicara partai menyatakan bahwa mereka belum membahas masalah tersebut. Dengan mayoritas dua pertiga, parlemen dapat meminta pemakzulan presiden.
Setelah mempertimbangkan mosi tersebut, Mahkamah Konstitusi kemudian memutuskan untuk memberhentikan atau mengembalikan presiden.
Sejak menjabat pada tahun 2022, Yoon telah kehilangan popularitas, dengan peringkat persetujuan terakhirnya berada di sekitar 25% sejak April.
Presiden Korsel Roh Moo-hyun telah dimakzulkan pada tahun 2004 dan Park Geun-hye pada tahun 2017. Sementara Park dilengserkan, Mahkamah Konstitusi memulihkan Roh.
(red/ros)