Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta Wakil Ketua Umum Bidang Perindustrian Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bobby Gafur Umar meminta pemerintah untuk lebih berhati-hati dalam menerapkan rencana kebijakan pembatasan impor melalui penetapan bea masuk produk impor. 

Menurutnya, penerapan kebijakan tersebut harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan tepat sasaran; mengingat bahan baku, bahan modal, dan bahan penolong masih banyak yang belum diproduksi di dalam negeri dan dibutuhkan oleh industri manufaktur.

"Menurut saya, dalam persiapan untuk keluar kebijakan itu, sekali lagi harus tepat produk-produk mana yang terkena [bea masuk]. Jangan sampai [semua] pukul rata. Nanti akibatnya ada bahan baku, bahan modal, bahan penolong yang belum diproduksi di Indonesia kena," ujarnya saat dihubungi, Rabu (3/7/2024).

Bobby menggarisbawahi pentingnya keterlibatan pelaku usaha dalam penyusunan kebijakan ini. 

"Kita mohon untuk bisa dalam penyusunannya, itu kita dari pengusaha, ya nanti saya akan bicara atas nama Wakil Bidang Perindustrian Kadin waktu ketemu bidang perindustriannya [Kemenperin], kita dilibatkan. Jadi ada sosialisasi dahulu, menerima masukan dari dunia usaha sebelum kebijakan dikeluarkan. Kalau enggak, nanti bisa kena main potong aja, tiba-tiba ada industri yang terdampak," sambungnya. 

Peti kemas di pelabuhan Shenzhen, China./Bloomberg-Qilai Shen


Meski demikian, Bobby menyambut baik langkah Kementerian Perdagangan untuk melindungi industri yang bergantung pada pasar domestik.

Senada dengan Bobby, Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti Soeryaningrum Agustin juga turut meminta pemerintah untuk lebih cermat dalam menetapkan bea masuk produk impor yang direncanakan mencapai 200%

Namun, ia juga mengingatkan potensi retaliasi dagang yang dilakukan oleh negara lain bilamana Indonesia secara tegas memberlakukan bea tarif besar ini.

Esther lantas memberi contoh perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China yang bermula dari defisit barang perdagangan dari Negara Panda di negara berjuluk Paman Sam tersebut.

Mengingat Indonesia masih terlalu bergantung dengan China dalam urusan impor, ia mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam melakukan pengurangan impor dari China.

Untuk itu, penting menurutnya bagi Indonesia untuk mempertimbangkan kemampuan negosiasi dalam menghadapi potensi balasan dari China, jika pembatasan impor melalui pemberlakuan tarif ini diberlakukan.

"Nah kuncinya adalah kita negosiasi saja. [...] Kecuali kita memang tidak tergantung sama sekali dengan China," tegasnya.

Kementerian Perdagangan telah mengonfirmasi rencana penerapan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) atau safeguard terhadap beberapa produk impor dari berbagai negara, bukan hanya dari China.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Budi Santoso mengatakan proses penetapan BMTP ke beberapa negara tengah dilakukan.

Penetapan kebijakan tarif tersebut, ujar Budi bakal berlandaskan pada tingkat ekspor dari negara tersebut ke Indonesia. Bila tingkatan ekspor satu negara ke Indonesia terlalu besar, negara tersebut berpotensi mendapatkan BMTP.

"Sekarang lagi proses ya. Kalau BMTP untuk negara, nanti kita lihat besaran ekspor negara tersebut ke Indonesia. Untuk komoditas sedang kita teliti dahulu," ujar Budi, kepada Bloomberg Technoz, Senin (1/7/2024). 

Dengan demikian, suatu komoditas bakal mendapatkan penambahan bea masuk bila sebelumnya sudah dikenakan bea masuk antidumping (BMAD).

Adapun sebelumnya, Mendag Zulkifli Hasan mengatakan bakal menetapkan bea masuk produk impor hingga 200% untuk beberapa komoditas seperti produk kecantikan, alas kaki, keramik dan industri dan TPT. 

Zulhas -sapaan akrab Zulkifli- mengatakan penerapan BMTP dilakukan untuk melindungi produk dalam negeri dari serangan produk impor. Kebijakan tersebut akan dimatangkan dalam 1 hingga 2 hari ke depan.

"Kita akan kenakan [bea masuk] ada yang 100%, ada yang 150%, ada yang 200%. Ada [produk] beauty, ada alas kaki, ada pakaian jadi, [tekstil dan produk tekstil] TPT, kemudian keramik. [Industri TPT] semua kena, ada yang dikenakan sampai 200%," ujar Zulhas di Bandung, Jawa Barat, akhir pekan lalu.

(prc/wdh)

No more pages