Logo Bloomberg Technoz

Dia meminta agar kebijakan pembatasan impor tidak menyulitkan dunia usaha dan industri dalam mendapatkan bahan baku.

Kadin, menurut Yukki juga meminta adanya peninjauan mendalam terhadap kode harmonized system (HS) yang terdampak pada rencana kenaikan bea masuk ini. 

"Perlu dipertimbangkan agar produk yang belum dapat diproduksi dalam negeri juga produk dengan spesifikasi yang berbeda dapat dikeluarkan dari HS Code terdampak, sehingga penerapan bea masuk ini tepat sasaran dan dampak negatif kebijakan terhadap produktivitas industri dapat dihindari yang juga mendukung peningkatan kinerja ekspor," tegasnya.

Tak hanya itu, ia juga mengimbau agar ada pendampingan dari Komite Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk melakukan penelaahan kebijakan sebelum kebijakan tersebut difinalisasi dan disosialisasikan sehingga adanya monopoli ataupun penguasaan oleh golongan tertentu (kartel) dapat dihindari.

Kadin, menurutnya, juga senantiasa mendukung pemberdayaan UMKM nasional untuk meningkatkan kapasitas bisnis melalui pelatihan, pendampingan, pembukaan akses pasar sehingga dapat berkontribusi pada peningkatan daya saing global yang berorientasi ekspor.

"Oleh karena itu, kami berharap agar rencana kebijakan yang diambil juga turut mempertimbangkan pertumbuhan dunia usaha, khususnya UMKM," pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, Mendag Zulkifli Hasan mengatakan bakal menetapkan bea masuk produk impor hingga 200% untuk beberapa komoditas seperti produk kecantikan, alas kaki, keramik dan industri tekstil dan produk tekstil (TPT).

Zulhas, sapaan akrabnya, mengatakan penerapan BMTP dilakukan untuk melindungi produk dalam negeri dari serangan produk impor. Kebijakan tersebut akan dimatangkan dalam 1 hingga 2 hari ke depan.

“Kita akan kenakan [bea masuk] ada yang 100%, ada yang 150%, ada yang 200%. Ada [produk] beauty, ada alas kaki, ada pakaian jadi, [tekstil dan produk tekstil] TPT, kemudian keramik. [Industri TPT] semua kena, ada yang dikenakan sampai 200%,” ujar Zulhas di Bandung, Jawa Barat, akhir pekan lalu.

(prc/wdh)

No more pages