Logo Bloomberg Technoz

Sementara itu, realisasi investasi ekosistem baterai dan EV mencapai US$4,46 miliar atau Rp71,36 triliun, yakni investasi pabrik sel baterai 30 GWH dengan total investasi US$3,2 miliar, investasi battery pack Hyundai Energy Indonesia dengan nilai investasi US$42,12 juta, dan pabrik EV Hyundai Motor Manufacturing Indonesia dengan nilai investasi US$1,22 miliar.

Peresmian pabrik sel baterai Hyundai dihadiri Presiden Joko Widodo dan jajaran menterinya, Rabu (3/7/2024)./Tangkapan layar YouTube

Serapan Pasar

Dalam kaitan itu, produksi sel baterai untuk EV dari pabrik besutan HLI Green Power diramal bakal tetap diserap oleh pasar domestik dan ekspor, terlepas dari adanya proyeksi BloombergNEF bahwa kapasitas memproduksi sel baterai bakal melebihi yang dibutuhkan pada akhir 2025.  

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menggarisbawahi HLI Green Power, selaku joint venture antara Hyundai Motor Company, LG Energy Solution, dan PT Indonesia Battery Corporation (IBC), pasti sudah memiliki riset mengenai potensi pasar.

Terlebih, proyek ini memiliki nilai investasi yang besar, yakni sekitar US$3,1 miliar atau Rp45,88 triliun.

Selain itu, dua perusahaan asal Korea tersebut tentu memiliki pasar untuk memasok kebutuhan di Indonesia dan di negara asalnya.

“Ini perusahaan Korea, maka mereka memang berharap untuk memasok pabrikan mobil dari Korea yang sudah mulai membangun fasilitas manufakturnya di Indonesia, yaitu Hyundai dan Kia yang sudah dimulai,” ujar Fabby kepada Bloomberg Technoz, dikutip Rabu (3/7/2024).

Selain itu, kehadiran HLI Green Power juga dinilai sebagai bisa membantu Indonesia dalam membuka pasar ekspor ke Amerika Serikat dan Eropa, khususnya di tengah rencana negara-negara Barat tersebut untuk memberikan pajak tambahan pada mobil impor pabrikan China.

Dengan demikian, nilai ekspor Indonesia bakal lebih tinggi dibandingkan saat hanya mengekspor bijih nikel.

Outlook produksi sel baterai EV dunia./dok. Bloomberg

Analisis BloombergNEF, kata Fabby, juga menyebutkan bahwa permintaan EV tidak akan mati, melainkan bakal terus meningkat meski pertumbuhannya sedikit melambat.

Dalam kaitan itu, pemerintah China juga tengah membuat kebijakan untuk mengendalikan investasi dan produksi dari baterai EV. Dengan demikian, kapasitas dari produksi sel baterai bakal mengalami moderasi.

“Saya kira itu bisa ada moderasi pada 2025. Jadi kalau ada overcapacity, overcapacity itu tidak akan berlangsung lama. Kita harus lihat overcapacity itu terjadi di China. Nah sementara kita lihat juga penjualan kendaraan listrik di China itu tinggi sekali,” ujarnya.

Fabby tidak menampik bahwa harga dari baterai bakal menjadi lebih murah pada saat overcapacity. Namun, di sisi lain, Indonesia merupakan negara yang diuntungkan karena harga EV bakal makin terjangkau.

Selain itu, sel baterai yang diproduksi HLI Green Power juga bisa dialihkan untuk energy storage, sehingga bakal tetap terserap oleh pasar. “Bukan hanya baterai untuk EV, tetapi untuk baterai energy storage, kan sama-sama pake litium. Ini juga bagus sebenarnya, untuk pengembangan energy storage.”

Sekadar catatan, pabrik sel baterai untuk EV besutan HLI Green Power bakal segera diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada hari ini, Rabu (3/7/2024).

Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengatakan produksi massal sel baterai EV pertama di Indonesia akan dimulai PT HLI Green Power pada Juli 2024.

“Produksi massal baterai EV pertama di Indonesia akan dimulai oleh PT HLI Green Power di Karawang, Jawa Barat pada Juli 2024 dan akan diresmikan oleh Presiden Jokowi,” ujar Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM Nurul Ichwan dalam siaran pers, dikutip Selasa (2/7/2024).

(dov/wdh)

No more pages