Duit yang mengalir ke para bandar judi online tidak membawa efek berganda pada perekonomian domestik menilik kecenderungan para operator judol menaruh duit itu di luar negeri seperti di Kamboja.
Efek pengangguran
Judi online yang makin merebak dengan nilai transaksi diprediksi mencapai angka kumulatif Rp917 triliun pada tahun ini, dihitung sejak 2017.
Jumlah transaksi naik dari 251.000 pada 2017 menjadi 168 juta transaksi judi online pada 2023. Sementara rata-rata nilai transaksi judi online turun semakin kecil, menunjukkan semakin banyak penduduk berpendapatan rendah di Indonesia yang bermain judi online. Yaitu dari sebesar Rp8 juta per transaksi pada 2017 menjadi Rp2 juta per transaksi tahun lalu.
Peneliti menengarai, semakin menggilanya judi online merambah hingga ke masyarakat berpendapatan rendah dan rumah tangga miskin, tidak bisa dilepaskan dari situasi perekonomian Indonesia yang makin memburuk gara-gara pandemi dan sampai detik ini belum cukup bangkit ke masa prapandemi.
Perekonomian yang memburuk, menurunkan pendapatan mayoritas masyarakat ditambah gelombang PHK yang masih tinggi dan peningkatan pengangguran, berlangsung di kala penegakan hukum terhadap judi online terlihat lemah, membuat semakin banyak orang Indonesia terjerat judol.
"Masyarakat terkena dampak dari pemburukan ekonomi sejak pandemi sehingga membuat mereka secara naif melihat judi sebagai 'solusi cepat' mendapatkan pendapatan lebih banyak," kata peneliti.
Ketersediaan pekerjaan di Indonesia masih seret. Pada Februari 2024, data terbaru memang mencatat tingkat pengangguran turun jadi 4,8% dari posisi Februari 2020 di 5%.
Akan tetapi, bila menilik jumlah, ada penambahan pengangguran sebanyak 300.000 orang dibanding 2020 lalu. Selain itu, jumlah pekerja di sektor informal juga makin besar dengan porsi mencapai 59% pada Februari dibanding 57% pada 2020.
Pinjol dan Judol
Yang juga menjadi sorotan adalah merebaknya judi online di tengah perekonomian yang masih berjuang bangkit pascapandemi berbarengan dengan industri financial technology (fintech) yang melejit.
Industri fintech mencatat pertumbuhan besar-besaran selama pandemi seiring kedatangan era kemudahan uang, easy money, yang melahirkan banyak pemain fintech.
Salah satu yang sangat melejit adalah bisnis penyedia pinjaman online (pinjol) seperti aplikasi Peer to Peer Lending (P2P Lending), ataupun penyedia cashloan dan paylater.
Pada kenyataannya, peningkatan bisnis fintech didorong oleh kebutuhan rumah tangga Indonesia, terutama yang berpenghasilan rendah, untuk mendapatkan pinjaman mudah dalam jangka pendek demi menutupi biaya hidup akibat pendapatan yang susut terdampak pandemi.
"Hal itu menyiratkan bahwa peminjam fintech sebagian besar adalah peminjam 'subprime' dan 'low tier' yang cenderung memiliki nilai kredit buruk dengan kemungkinan gagal bayar tinggi. Peminjam bisa memakai uang pinjaman itu untuk apa saja termasuk untuk judi online," jelas peneliti.
Prospek Melemah
Hasil survei terbaru yang dilakukan oleh Bloomberg terhadap 36 ekonom pada Juni, memperkirakan, pertumbuhan ekonomi RI kuartal II-2024 diperkirakan tumbuh 3,73% secara kuartalan setelah mengalami kontraksi pada kuartal 1-2024 sebesar -0,83%.
Namun, pada kuartal III-2024, pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi melemah lagi, hanya tumbuh 1,6% quarter-to-quarter dan pada kuartal terakhir tahun ini diperkirkana hanya tumbuh 0,44%.
Alhasil, sepanjang 2024, Produk Domestik Bruto (PDB) RI diprediksi hanya tumbuh 5% pada 2024, melambat dari capaian tahun lalu di angka 5,05%. Lalu pada 2025 dan 2026, Indonesia diprediksi sedikit bangkit dengan pertumbuhan di 5,1%. Meski begitu, "Potensi resesi ekonomi di Indonesia dalam 12 bulan ke depan angkanya 0%," kata 11 ekonom yang disurvei.
Adapun tingkat inflasi di Indonesia tahun ini diperkirakan akan bergerak di kisaran 2,91%, lebih kecil dibanding survei sebelumnya yang memprediksi inflasi sebesar 2,94% year-on-year. Survei dilakukan selama 20-26 Juni terhadap 36 ekonom.
(rui/aji)