Bobby mengkritik bahwa kebijakan impor yang berlaku di Indonesia masih kurang tepat, seperti Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.8/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, yang dituding menyebabkan banjir produk jadi seperti pakaian dan alas kaki dan kian mengganggu pasar lokal.
Sekadar informasi, Kemendag resmi menerbitkan Permendag Nomor 8/2024 pada Jumat (17/5/2024). Beleid itu ditujukan untuk membebaskan sekitar 26.000 kontainer yang sebelumnya tertahan di sejumlah pelabuhan.
Secara terperinci, terdapat 17.304 kontainer yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan 9.111 kontainer di Pelabuhan Tanjung Perak.
Adapun, kontainer yang tertahan itu terdiri dari komoditas besi baja, tekstil, produk tekstil, produk kimia, produk elektronik, dan komoditas lainnya yang dalam peraturan sebelumnya memerlukan perizinan impor (PI) atau pertimbangan teknis (pertek) karena termasuk dalam daftar larangan dan/atau pembatasan (lartas) impor.
Berkaca pada hal tersebut, dia meminta pemerintah untuk tegas dalam memiliki kebijakan tepat, serta siap, agar pengetatan impor —terutama pada produk yang dibutuhkan untuk produksi industri dalam negeri — tidak terganggu, salah satunya dengan penerapan syarat pertek dari Kementerian Perindustrian.
"Jadi ada pertimbangan teknis dari Kemenperin, karena Kemenperin ini kan yang mengawal manufaktur di dalam negeri. Jadi mekanisme itu harus jalan, jadi jangan sampai ada celah yang akibat kebijakan jangka pendek, mengakibatkan pasar yang sekarang ini menjadi harapan untuk menyelamatkan industri nasional terganggu," tegasnya.
Kurangnya Kebijakan Perlindungan
Di lain sisi, Bobby menilai kebijakan tarif impor —seperti bea masuk antidumping (BMAD) dan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) atau safeguard — tidak kunjung diperpanjang pemerintah sejak November 2023, padahal seharusnya kebijakan tersebut dapat membantu industri manufaktur meski dalam jangka waktu singkat.
Indonesia menurutnya saat ini tengah menghadapi beberapa banjir produk-produk luar negeri khusunya produk keramik China yang tidak bisa dijual ke Amerika Serikat (AS) ataupun Eropa.
"Sekarang [Indonesia] ini lagi banjir produk-produk keramik dari China, karena China ini enggak bisa jualan ke Amerika dan Eropa. [Indonesia adalah] negara di dunia yang paling tidak memanfaatkan mekanisme untuk perlindungan produk dalam negeri," ungkapnya.
Bobby menyoroti bahwa AS dan Eropa bahkan sudah lebih dulu melindungi industrinya dengan menerapkan bea masuk tinggi terhadap produk China. Untuk itu, dia menekankan kepada pemerintah untuk segera mengeluarkan kebijakan antidumping untuk melindungi industri lokal.
Bobby juga mengingatkan pemerintah saat ini hanya memiliki waktu efektif tiga bulan lagi sebelum pergantian pemerintahan baru. Dengan demikian, pemerintah perlu berhati-hati dalam mengeluarkan kebijakan jangka pendek yang bila salah-salah dapat berdampak jangka panjang mengganggu industri manufaktur.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan mengonfirmasi rencana penerapan BMTP atau safeguard terhadap beberapa produk impor dari berbagai negara, bukan hanya dari China.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Budi Santoso mengatakan proses penetapan BMTP ke beberapa negara tengah dilakukan.
Menurutnya, penetapan kebijakan tarif tersebut bakal berlandaskan pada tingkat ekspor dari negara tersebut ke Indonesia. Bila tingkatan ekspor satu negara ke Indonesia terlalu besar, negara tersebut berpotensi mendapatkan BMTP.
“Sekarang lagi proses ya. Kalau BMTP untuk negara, nanti kita lihat besaran ekspor negara tersebut ke Indonesia. Untuk komoditas sedang kita teliti dahulu,” ujar Budi, dihubungi awal pekan.
Dengan demikian, suatu komoditas bakal mendapatkan penambahan bea masuk bila sebelumnya sudah dikenakan BMAD.
Mendag Zulkifli Hasan mengatakan bakal menetapkan bea masuk produk impor hingga 200% untuk beberapa komoditas seperti produk kecantikan, alas kaki, keramik dan industri tekstil dan produk tekstil (TPT).
Zulhas, sapaan akrabnya, mengatakan penerapan BMTP dilakukan untuk melindungi produk dalam negeri dari serangan produk impor. Kebijakan tersebut akan dimatangkan dalam 1 hingga 2 hari ke depan.
“Kita akan kenakan [bea masuk] ada yang 100%, ada yang 150%, ada yang 200%. Ada [produk] beauty, ada alas kaki, ada pakaian jadi, [tekstil dan produk tekstil] TPT, kemudian keramik. [Industri TPT] semua kena, ada yang dikenakan sampai 200%,” ujar Zulhas di Bandung, Jawa Barat, akhir pekan lalu.
(prc/wdh)