Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Rupiah spot dibuka tipis pada awal perdagangan hari ini, Rabu (3/7/2024), di tengah tekanan yang dialami oleh hampir semua mata uang Asia pagi ini kala sinyal optimistis dari Gubernur Federal Reserve Jerome Powell seolah diabaikan oleh pasar.

Rupiah bergeser sedikit lebih kuat ke posisi Rp16.388/US$, naik 0,05% dari posisi penutupan hari sebelumnya. Rupiah menjadi satu dari tiga mata uang Asia pagi ini yang masih berhasil menguat tipis melawan dolar Amerika Serikat (AS), bersama ringgit Malaysia yang menguat 0,05% dan dong Vietnam 0,03%.

Sementara di luar tiga valuta itu, dolar AS lebih unggul. Won Korea memimpin pelemahan mata uang Asia pagi ini, tergerus 0,18%, disusul oleh baht Thailand 0,11%, kemudian dolar Singapura juga tergerus 0,04%. Yuan Tiongkok turun 0,03% dan offshore juga turun 0,02%.

Pada pukul 09:10 WIB, rupiah berhasil menyentuh level resistance terdekat di Rp16.380/US$ dan berpeluang melanjutkan penguatan lebih lanjut ke Rp16.350/US$ dan Rp16.310/US$ sebagai level optimis penguatan rupiah dalam tren jangka pendek, dengan time frame daily.

Powell bilang ada pergerakan 'substansial' menuju keseimbangan yang baik antara pasokan dan permintaan pekerjaan. 

Powell juga menyatakan, pasar tenaga kerja masih cukup kuat namun kondisinya telah mereda. Ia juga menyadari ada dua sisi risiko yang harus dikelola di mana pengetatan yang terlalu ekstrem bisa memicu lonjakan pengangguran yang mengarah pada resesi.

Gubernur The Fed Chicago Austan Goolsbee juga berkata hal yang senada. Ia bilang, "kita berada di jalur menuju inflasi 2%" dan "jika Anda mempertahankan suku bunga di tempatnya sementara inflasi turun, Anda sedang melakukan pengetatan - jadi Anda harus melakukan itu berdasarkan keputusan, bukan karena keteterpaksaan."

Pernyataan dua pejabat itu memberi indikasi bank sentral paling berpengaruh tersebut menegaskan jalur disinflasi sudah kembali dan saat ini tengah menimbang titik tengah agar pengetatan moneter tidak sampai memicu resesi. Jadi, bisa disimpulkan nadanya cukup dovish.

Omongan pejabat The Fed itu keluar bersamaan dengan rilis data JOLTS Opening yang melonjak secara tak terduga dari level terendah tiga tahun pada April. Meski melonjak, pasar sepertinya tidak terlalu khawatir bila melihat perincian data.

Jumlah lowongan kerja pada Mei naik jadi 8,1 juta pada Mei, masih di atas rata-rata sebelum pandemi 7,1 juta. Namun, rincian laporan mencatat, lowongan pekerjaan di sektor swasta hanya naik 42.000 lowongan pada Mei, setelah turun 384.000 pada April dan 497.000 pada Maret.

(rui)

No more pages