Logo Bloomberg Technoz

Misalnya, untuk seri PBSG001, bidding yang masuk turun lebih dari 60% dibanding lelang sebelumnya yaitu menjadi hanya Rp1,3 triliun. Sementara tawaran untuk PBS032 juga turun 24,08% menjadi Rp4,17 triliun. Tawaran untuk PBS004 juga turun 15,05% jadi Rp360 miliar saja, begitu juga PBS030 yang turun 11,45% menjadi Rp1,15 triliun. 

Kementerian Keuangan akhirnya memutuskan tidak menerbitkan PBS030 sekaligus menaikkan imbal hasil lelang untuk seri lainnya. Yield dimenangkan untuk PBS032 naik 5,8 bps menjadi 7,00%, serta PBSG001 naik 4,3 bps menjadi 6,83%. Sementara yield lelang PBS004 tidak berubah di 6,99% karena permintaan yang sepi.

Hal itu, menurut analis, telah menambah tekanan jual di pasar [sekunder] SBN kemarin, terutama didorong oleh aksi jual di emerging market pada malam sebelumnya. Imbal hasil FR0100 dan FR0102 masing-masing naik 4 bps dan 3 bps jadi 7,10% dan 7,12%.

"Tekanan jual di pasar SBN kemungkinan besar akan terus berlanjut jika BI terus menaikkan tingkat diskonto SRBI. Prediksi kami, dengan kondisi tersebut imbal hasil SUN dalam lelang pekan depan pada 9 Juli," kata analis.

BI hari ini akan menggelar lelang rutin SRBI hari ini, Rabu, dan pada Jumat nanti. Sejauh ini, BI telah menerbitkan SRBI senilai US$49 miliar atau sekitar Rp805 triliun sejak pertama kali diluncurkan Agustus tahun lalu.

Instrumen tenor pendek ini sekadar 'menampung' dana jangka pendek, termasuk hot money (dana asing jangka pendek). Dengan kata lain, ketika ada SRBI yang jatuh tempo pada bulan-bulan mendatang, rupiah berisiko makin melemah karena dana asing dari SRBI keluar, terkecuali BI akan semakin agresif menerbitkan SRBI lagi sebagai refinancing

Distorsi kurva imbal hasil

Agresivitas Bank Indonesia memakai SRBI sebagai alat utama menarik dana asing masuk demi menyokong rupiah, melalui tawaran yield yang tinggi, telah mendistorsi kurva imbal hasil obligasi pemerintah dan pasar uang, menurut catatan Bahana Sekuritas.

"Itu secara efektif menguras likuiditas rupiah dari pasar saham, surat utang juga deposito perbankan," kata Satria Sambijantoro, Head of Research Bahana Sekuritas.

Masalahnya, eksperimen BI itu tidak serta merta ampuh dalam menarik dana segar dari pemodal global. Yang terlihat justru sekadar pergeseran dana asing saja yakni dari SBN ke SRBI. Indikasinya, kepemilikan asing di SRBI naik sekitar Rp77 triliun pada Mei di mana hal itu kemungkinan besar berasal dari peralihan (switching) dana asing dari SBN yang turun Rp52,7 triliun dari Januari-April tahun ini. Dengan kata lain, BI dan Kementerian Keuangan sebenarnya 'berebut' duit yang sama.

Analis menilai, ada risiko bahwa pembentukan kurva imbal hasil ganda yakni SRBI dan JIBOR, dapat menyebabkan kebijakan moneter tidak efektif dalam jangka panjang. "Dalam pandangan kami, suku bunga SRBI secara bertahap dapat menjadi suku bunga kebijakan de facto. Misalnya, transmisi moneter dari kenaikan BI-rate pada bulan Oktober dan April relatif lambat. [Namun] bank-bank komersial menaikkan suku bunga deposito ketika suku bunga SRBI melonjak pada bulan Mei," jelas Satria.

Pada kesempatan sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indarwati juga mengakui pemerintah tidak agresif dalam menerbitkan SBN karena tingginya biaya bunga di pasar saat ini. 

Sampai akhir Mei lalu, pembiayaan anggaran melalui penarikan utang baru mencapai Rp132,2 triliun, turun 12,2% dibanding Mei 2023. Pembiayaan utang terutama bersumber dari penjualan SBN sebesar Rp141,6 triliun, turun 2% year-on-year dan setara 21,3% terhadap APBN.

Menkeu menjelaskan, penambahan utang melalui emisi SBN yang tidak agresif adalah karena kewaspadaan terhadap tren sektor keuangan global yang bergejolak dengan kecenderungan tingkat bunga tinggi dalam waktu lama. 

"Artinya, kami berhati-hati agar tidak terekspos terhadap lingkungan dan tren sektor keuangan global yang cenderung higher for longer dan pressure terhadap rupiah," kata Bendahara Negara itu.

Gubernur BI Perry Warjiyo dalam pernyataannya di tengah rapat kerja di Parlemen akhir Juni lalu mengakui, penerbitan SRBI mungkin akan memicu masalah dengan penerbitan SBN terutama bila kelak pemerintah harus menerbitkan banyak SBN demi kebutuhan pembiayaan APBN. 

Perry menyatakan, BI akan berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk memastikan penjualan SRBI tidak mengganggu penjualan surat utang negara. "Jika pemerintah memerlukan penerbitan obligasi yang lebih besar di masa depan, kami pasti akan menurunkan penerbitan SRBI kami," kata dia.

(rui)

No more pages