Bloomberg Technoz, Jakarta - Kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) kepada pekerja migran Indonesia (PMI) masih terus terjadi.
Beberapa hari terakhir, sebuah video berisi kesaksian PMI asal Karawang, Jawa Barat, Dede Asiah viral di media sosial. Dia berkisah harus bekerja sebagai pekerja rumah tangga tanpa gaji di Suriah. Padahal, setiap hari, dia mengatakan harus bekerja mulai dari pagi hingga dini hari.
Berdasarkan video tersebut, Dede awalnya menerima tawaran dari perusahaan penyalur tenaga kerja migran untuk bekerja di Istanbul, Tukri. Dia mendapat janji akan menerima gaji US$ 600 atau sekitar Rp 9 juta per bulan.
Perusahaan penyalur justru membawa Dede ke Suriah dan menjualnya kepada seorang majikan senilai US$ 12.000 atau Rp 180 juta. Dalam perjanjiannya, Dede harus bekerja di tempat tersebut selama 4 tahun.
Pemerintah, melalui Kedutaan Besar RI di Dasmakus sedang mencoba memulangkan Dede. Akan tetapi, Negara Suriah kabarnya memiliki aturan seorang PMI yang ingin pulang ke negaranya wajib mendapat izin dari majikannya.
"Kenapa kejadian TPPO dan penyaluran PMI non prosedural terus saja berulang. Ini seperti ada mafia penyalur PMI yang dapat dengan leluasa melakukan aksinya. Apakah ada backing dari aparat?" kata Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Netty Prasetiyani Aher seperti dilansir, Kamis (6/4/2023).
Menurut dia, DPR mempertanyakan kinerja Badan Pelindung Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) yang selama ini mengklaim tengah memberantas mafia penyalur PMI non prosedural. Padahal, Netty mengklaim sering mendapat informasi tentang seminar-seminar lembaga tersebut yang menggaungkan janji pemberantasan mafia PMI.
"Komitmen moral harus dibuktikan dengan hasil riil di lapangan. Jangan hanya jargon, tapi korban terus berjatuhan. Ini menyangkut marwah dan martabat pemerintah Indonesia di mata rakyat dan dunia," kata dia.
Netty menegaskan, pemerintah harus mencari cara agar Dede bisa segera kembali ke Indonesia. Pemerintah harus mampu memberikan jaminan perlindungan kepada korban TPPO.
Pelanggaran Penyaluran Pekerja Migran ke Suriah
Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) sendiri tengah menyelesaikan masalah 2 PMI yang ditempatkan secara non prosedural di Suriah. Mereka adalah PMI asal Cianjur, Jawa Barat atas nama Wiwin Komalasari dan Annisya Hanifa Sari. Hubungan keduanya adalah ibu dan anak.
Dalam kasus ini, kedua pekerja memang dalam kondisi sehat dan secara rutin mendapat gaji. Meski demikian, mereka meminta bantuan KBRI Damaskus untuk kembali ke Indonesia.
Wiwin dan Annisya merasa ditipu karena perusahaan penyalur awalnya menjanjikan pekerjaan di Dubai, Uni Emirat Arab.
Padahal, pemerintah sendiri masih melakukan moratorium pengiriman PMI untuk bidang pekerja rumah tangga ke 19 negara kawasan Timur Tengah. Sesuai Keputusan Menaker Nomor 260 tahun 2015, negara yang mendapat moratorium tersebut termasuk Suriah dan Uni Emirat Arab.
Selain upaya pemulangan, Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Kemenaker, Suhartono mengatakan, pemerintah tengah berkoordinasi dengan aparat penegak hukum. Mereka akan menelusuri kemungkinan keterlibatan Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) dalam kasus-kasus penyaluran non prosedural tersebut.
"Apabila terdapat P3MI yang terbukti terlibat, maka kami tidak segan untuk memberikan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan agar bisa memberikan efek jera," ujar Suhartono.
(frg)