Logo Bloomberg Technoz

“Merujuk kebijakan yang diberikan kepada PTFI beberapa tahun terakhir ini terkait ketidaksiapan smelter tembaga tetapi masih bisa ekspor. Maka jika dengan kondisi yang sama semestinya bauksit bisa juga mendapatkan kelonggaran,” ujar Bisman kepada Bloomberg Technoz, Selasa (2/7/2024). 

Bisman mengatakan pemerintah juga bisa melakukan evaluasi terlebih dahulu ihwal kebijakan relaksasi tersebut untuk mengkaji dampak dan memberikan landasan hukum yang tepat. 

Pemerintah memang telah mengucurkan ragam insentif bagi penambang bauksit sebelum melarang ekspor bijih bauksit yang telah dicuci (washed bauxite). Namun, Bisman mengatakan pemerintah juga perlu memberikan kelonggaran lanjutan karena pembangunan smelter membutuhkan waktu yang lama dan investasi yang besar. 

“Jadi bisa diambil jalan tengah dengan pertimbagan dan perhitungan yang tepat,” ujarnya. 

Sekadar catatan, Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (AP3BI) mengatakan kapasitas input bauksit dari smelter yang ada saat ini di Indonesia hanya berkisar antara 12—14 juta ton per tahun.

Sementara itu, menurut Pelaksana Harian Ketua Umum AP3BI Ronald Sulistyanto, penambang bisa menambang bijih bauksit hingga 30 juta ton per tahun.

Dengan demikian, kata Ronald, sisa bijih bauksit yang tidak diolah di smelter yang jumlahnya mencapai sekitar 16 juta ton hanya didiamkan begitu saja. Apalagi, setelah adanya larangan ekspor bijih bauksit yang telah dicuci (washed bauxite) oleh Presiden Joko Widodo sejak Juni 2023 untuk mendorong industri smelter dalam negeri.

“Tidak bisa [diapa-apakan], ya didiemin saja di onggokan bauksit. Lama-lama karena air hujan, tidak bisa dijual lagi,” ujar Ronald kepada Bloomberg Technoz, dikutip Selasa (2/7/2024).

Menurutnya, terdapat perbedaan mendasar antara investasi pabrik pemurnian atau smelter bauksit dibandingkan dengan nikel, yakni jangka waktu dan modal, yang pada akhirnya menjadi kendala pengembangannya.

Jangka waktu dari smelter bauksit cukup lama dan membutuhkan biaya investasi yang besar, yakni mencapai US$1,2 miliar (atau Rp19,6 triliun dengan asumsi kurs saat ini) untuk 2 juta ton.

“Apalagi dolar menguat, belum mereka [investor] memutuskan sudah ada tantangan baru, makin besar biaya dan jangka waktu pengembalian,” ujarnya.

Selain itu, proses investasi mengalami perubahan sejak pandemi Covid-19 yang memengaruhi sektor keuangan di seluruh dunia. Hal tersebut menyebabkan investasi menjadi tidak semudah sebelum pandemi Covid-19.

Sekadar catatan, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan bakal membentuk satuan tugas atau satgas khusus untuk tata kelola investasi penghiliran atau hilirisasi dari bauksit di Indonesia. Pembentukan satgas ini sudah didiskusikan bersama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif.

Menurutnya, satgas perlu terbentuk karena investasi hilirisasi bauksit menjadi komoditas yang membutuhkan perhatian serius. Terlebih, beberapa proyek smelter bauksit juga masih terbengkalai meski pemerintah sudah mengucurkan ragam insentif untuk perusahaan yang membangun smelter bauksit di Indonesia berupa izin untuk ekspor bauksit dan pemberian tax holiday.

“Tadi saya ditanya kiat-kiat investasi untuk hilirisasi, kalau tembaga jalan semua, nikel rata-rata semua jalan. Kalau yang agak butuh perhatian serius itu adalah bauksit. Bauksit kemarin saya sudah diskusi sama Pak Arifin, kami akan membuat satu tim, task force, untuk kami mengecek,” ujar Bahlil dalam agenda Peresmian Operasi Smelter Manyar yang disiarkan secara virtual, Kamis (27/6/2024).

(dov/wdh)

No more pages