Presiden Joko Widodo mengatakan kebijakan tersebut bertujuan meningkatkan nilai tambah di dalam negeri, utamanya dalam rangka pembukaan lapangan kerja dan peningkatan devisa serta pertumbuhan ekonomi yang lebih merata.
“Dari industrialisasi bauksit di dalam negeri ini kita perkirakan pendapatan negara akan meningkat dari Rp21 triliun menjadi sekitar Rp62 triliun,” ujar Jokowi dalam siaran pers.
Namun, pada kenyataannya, pembangunan smelter dalam negeri terhambat investasi. Apalagi, biaya investasinya mencapai US$1,2 miliar (atau Rp19,6 triliun dengan asumsi kurs saat ini) untuk kapasitas 2 juta ton.
Investasi tersebut juga mengalami perubahan sejak pandemi Covid-19 yang memengaruhi sektor keuangan di seluruh dunia. Walhasil, investasi menjadi tidak semudah sebelum pandemi Covid-19.
Selain itu, kapasitas input bauksit dari smelter yang ada saat ini hanya berkisar 12—14 juta ton per tahun. Sementara itu, penambang bisa menambang hingga 30 juta ton.
Dengan demikian, sisa bijih bauksit yang tidak diolah di smelter yang mencapai 16 juta ton hanya didiamkan.
“Tidak bisa [diapa-apakan], ya didiamkan saja di onggokan bauksit. Lama-lama karena air hujan tidak bisa dijual lagi,” ujarnya.
(dov/wdh)