Logo Bloomberg Technoz

Permintaan masuk dalam lelang sukuk hari ini kemungkinan akan lebih tinggi ketimbang lelang SBSN sebelumnya, mengikuti lonjakan permintaan pada lelang Surat Utang Negara pekan lalu yang melonjak lebih dari 30% menyentuh Rp56 triliun.

JPMorgan Keluar

Salah satu pengelola dana besar di dunia, JPMorgan, tercatat melepas kepemilikan atas INDOGB, surat utang terbitan pemerintah RI dalam denominasi rupiah, tenor 10 tahun, seperti dilansir oleh Bloomberg.

JPMorgan tercatat melepas semua kepemilikannya di INDOGB-10Y yang jatuh tempo 15 Februari 2034. Pada saat yang sama, mereka menambah kepemilikan di surat utang terbitan pemerintah Meksiko di mana posisi terakhir mencapai US$41,2 juta untuk surat utang yang jatuh tempo pada 2033. JPMorgan tercatat juga memegang surat utang Meksiko yang jatuh tempo pada 2031 senilai US$66,7 juta.

Keluarnya pengelola dana global seperti JPMorgan diduga berlangsung ketika ketidakpastian seputar  prospek kebijakan fiskal Indonesia di bawah pemerintahan baru mulai Oktober nanti.

Peralihan investor besar seperti JPMorgan dari surat utang RI ke obligasi negara Meksiko kemungkinan juga dipengaruhi oleh selisih imbal hasil Indonesia yang kalah dibanding negeri Amerika Latin itu.

Mengacu data terakhir, yield spread obligasi RI dengan Amerika mencapai 259 bps. Yield SBN-10Y saat ini ada di 7,041% sedangkan yield Treasury 10Y bertengger di 4,445%.

Sedangkan imbal hasil surat utang Meksiko tenor yang sama saat ini ada di 9,919%, mencerminkan selisih yang lebih lebar mencapai 547 bps.

Yield spread obligasi RI saat ini hanya sedikit lebih lebar bila dibandingkan India. Sementara dengan negara emerging market di Amerika Latin, Indonesia hanya lebih lebar dibanding Brasil yang sebesar 231 bps saat ini. Namun, bila dibanding Meksiko, Kolombia, juga Peru, yield spread obligasi RI masih lebih sempit. 

Tingkat selisih imbal hasil mempengaruhi perhitungan investor dalam memutuskan masuk membeli aset di pasar. Dengan perbedaan peringkat kredit, selisih yang terlalu sempit dengan imbal hasil AS membuat aset di negara berkembang menjadi kurang menarik. Terlebih dengan risiko depresiasi nilai tukar, prospek bunga acuan ke depan juga tingkat inflasi. 

Sentimen Politik

Pasar global saat ini tengah dibayangi oleh pembalikan sentimen yang memicu aksi jual di pasar surat utang di negara-negara maju.

Dinamika perpolitikan di Prancis, negara dengan ukuran ekonomi kedua terbesar di Uni Eropa setelah Jerman, menjadi perhatian pasar setelah partai sayap ultra nasionalis Le Pen memenangkan pemilihan umum pertama. Kemenangan sayap ultra kanan itu memicu kecemasan kebijakan ke depan Eropa akan semakin proteksions. 

Koalisi Le Pen diprediksi akan meningkatkan perolehan kursi di DPR (Assemblée Nationale) menjadi 230-310 kursi, jauh lebih besar dibanding saat ini sebanyak 89 kursi. "Apabila koalisi Le Pen berhasil memperoleh 289 kursi atau lebih, maka koalisi ini berhak membentuk kabinet baru di bawah pimpinan Jordan Bardella," jelas Lionel Prayadi, Fixed Income and Market Strategist Mega Capital Sekuritas dalam catatannya.

Sementara di Amerika, penolakan Presiden AS Joe Biden untuk mundur dari kontestasi pemilihan presiden tahun ini, mendorong pasar mengantisipasi kemenangan Donald Trump dalam Pemilu November nanti. Antisipasi itu menguat pasca debat perdana dua calon presiden itu yang dinilai memberi peluang besar bagi Trump kembali menang.

Dua isu itu telah memicu aksi jual di pasar surat utang Eropa dan Amerika. Tadi malam, yield US Treasury, naik tajam di semua kurva di mana tenor 10Y kembali menyentuh ke 4,459%. Investor juga melepas obligasi Jerman bund menggarisbawahi sentimen bearish pasar.

Kembali naiknya yield surat utang di negara-negara maju dapat memicu hengkangnya lagi asing dari pasar negara berkembang. Imbal hasil lebih tinggi surat utang developed market menjadi lebih menarik mengingat peringkat kredit yang lebih bagus.

Dolar AS menjadi incaran lagi di mana indeks dolar yang mengukur kekuatan the greenback di hadapan enam mata uang utama dunia, semakin menguat mendekati lagi 106.

Ini yang menjadi alarm bagi pasar domestik di mana tekanan jual terlihat kembali di pasar sekunder surat utang yang juga menyeret nilai rupiah. Rupiah menyentuh Rp16.383/US$, melemah terdalam di Asia pagi tadi. Yield surat utang RI di beberapa tenor terpantau naik lagi, indikasi tekanan jual.

Yield SBN-10Y naik ke 7,098%, berpeluang kembali menyentuh kisaran 7,10%-7,15%. Tenor pendek 1Y juga naik ke 6,744%, ditambah tenor 5Y pagi ini terpantau di 6,992% dan tenor 20Y serta 30Y juga naik masing-masing di 7,121% dan 7,114%.

 

(rui/aji)

No more pages