Ekonom: Rupiah & Harga Pangan Bikin Daya Beli Masyarakat Surut
Azura Yumna Ramadani Purnama
02 July 2024 10:39
Bloomberg Technoz, Jakarta - Ekonom memperkirakan deflasi yang terjadi dalam dua bulan berturut-turut tahun ini, yakni pada Juni-Mei 2024, mengindikasikan daya beli masyarakat yang menurun, tertahan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan harga pangan yang tinggi.
Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai rendahnya inflasi inti pada Juni 2024 sebesar 1,9% (year on year/yoy) mengindikasikan masyarakat, terutama kelas menengah sedang menahan belanja yang dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar rupiah.
“Sehingga masyarakat menahan diri untuk belanja, lebih banyak untuk menghemat, khususnya di kelompok kelas menengah. Ini bisa karena fluktuasi nilai tukar jadi mereka mempersiapkan punya dana tabungan yang lebih besar,” kata Bhima kepada Bloomberg Technoz, Selasa (2/7/2024).
Tak hanya itu, menurut dia, penurunan dari sisi permintaan juga bisa disebabkan oleh gelombang Pemutusan Hak Kerja (PHK) yang terjadi di sektor industri. Turunnya permintaan tersebut membuat produsen tak berani menyesuaikan harga, padahal anjloknya nilai tukar membuat biaya produksi menjadi naik.
Lebih lanjut, ia juga menyoroti tingginya inflasi harga bergejolak atau volatile food yakni sebesar 5,96% (yoy). Menurut dia, tingginya inflasi volatile food saat terjadi deflasi dapat mengindikasikan masyarakat hanya bisa mengalokasikan dananya untuk kebutuhan pangan sehingga menahan pengeluaran untuk kebutuhan sekunder dan tersier.