Logo Bloomberg Technoz

Sebagai gambaran, beberapa waktu lalu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memaparkan 7 smelter nikel, terdiri dari 5 eksisting dan 2 rencana, memiliki nilai investasi US$2,67 miliar. Sementara itu, 7 smelter bauksit yang tengah dalam perencanaan memiliki nilai investasi US$5,85 miliar.

Menurut Ronald, proses investasi mengalami perubahan sejak pandemi Covid-19 karena memengaruhi sektor keuangan di seluruh dunia. Hal tersebut menyebabkan investasi menjadi tidak semudah sebelum pandemi Covid-19.

Dari 9 proyek di Indonesia, kata Ronald, baru 3 smelter bauksit yang terbangun sementara 6 proyek masih terhambat investasi.

Adapun, 3 proyek smelter tersebut di antaranya milik PT Well Harvest Winning Alumina Refinery, PT Bintan Alumina Indonesia dan Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) milik PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM).

Sementara, 6 proyek yang terbengkalai tersebut sebenarnya sudah menyelesaikan proses perizinan dan atribut pembangunan awal. Namun, tahapan konstruksi tidak bisa dilanjutkan karena investasi yang mandek.

Selama ini, Ronald menilai, pemerintah juga belum membantu pelaku usaha dalam mendapatkan investasi tersebut.

“Sekarang kendalanya itu ada di investasi, kalau proyek itu disebut feasible bank-bank pemerintah saja tidak berani mau membiayai, apalagi bank asing? Kalau pemerintah mau turun tangan tolong bantu equity perusahaan ini untuk bangun smelter,” ujarnya.

Selain itu, pemerintah juga bisa membantu investasi dengan cara mendorong pembentukan konsorsium untuk pembangunan smelter dalam negeri.

Sejalan dengan itu, usulan kedua yang disampaikan oleh pengusaha adalah peta jalan yang sesuai mengenai kebijakan penghiliran atau hilirisasi di Indonesia.

Sebagai gambaran, pemerintah bisa merencanakan pembangunan 5 smelter dengan kapasitas produksi 2 juta ton yang menghasilkan 10 juta alumina. Smelter ini setidaknya membutuhkan 30 juta bauksit, yang sesuai dengan volume kapasitas penambang di Indonesia.

Menurutnya, jumlah smelter yang banyak tanpa didukung oleh permintaan pada akhirnya akan membuat harga dari produk smelter bauksit berupa alumina anjlok. Dengan demikian, tidak semua perusahaan bakal membangun smelter bauksit di Indonesia.

“Jangan semua perusahaan harus buat smelter, kalau semua buat, nanti hasil alumina dijual ke mana? Dengan membangun banyak smelter itu harga alumina akan anjlok,” ujarnya

Di sisi lain, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengaku merasa dibohongi ihwal pembangunan smelter bauksit. Penyebabnya, terdapat investor yang mengklaim pembangunan smelter bauksit hingga sekian persen. Namun, progres proyek tersebut ternyata nihil.

“Bauksit kita upayakan dibangun yang serius, investor baru bangun smelter baru. Selama ini kan dibohongi kita, [katanya] sudah sekian persen, [tetapi ternyata] lapangan bola sama pos hansip,” ujar Arifin.

Adapun, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan bakal membentuk satuan tugas atau satgas khusus untuk tata kelola investasi penghiliran atau hilirisasi dari bauksit di Indonesia. Pembentukan satgas ini sudah didiskusikan bersama Menteri ESDM Arifin Tasrif.

Menurutnya, satgas perlu terbentuk karena investasi hilirisasi bauksit menjadi komoditas yang membutuhkan perhatian serius.

Terlebih, beberapa proyek smelter bauksit juga masih terbengkalai meski pemerintah sudah mengucurkan ragam insentif untuk perusahaan yang membangun smelter bauksit di Indonesia berupa izin untuk ekspor bauksit dan pemberian tax holiday.

“Tadi saya ditanya kiat-kiat investasi untuk hilirisasi, kalau tembaga jalan semua, nikel rata-rata semua jalan. Kalau yang agak butuh perhatian serius itu adalah bauksit. Bauksit kemarin saya sudah diskusi sama Pak Arifin, kami akan membuat satu tim, task force, untuk kami mengecek,” ujar Bahlil dalam agenda Peresmian Operasi Smelter Manyar yang disiarkan secara virtual, Kamis (27/6/2024).

(dov/wdh)

No more pages