“Kemudian, di atas itu dibangunlah pemerataan ekonomi digital ke daerah. Jadi, kota-kota di tier 2 dan 3 yang belum banyak menikmati keuntungan ekonomi digital bisa jadi tahap dua pengembangan digitalisasi sehingga tercipta percepatan transformasi digital nasional” kata Radju.
Faktor kedua ialah penguatan fundamental bisnis. Radju mengungkapkan, jika sebelumnya pendanaan dan pinjaman dapat diperoleh dengan mudah, saat ini investor mulai mengamati sisi profitabilitas sehingga para pelaku digital perlu mempertimbangkan berbagai hal.
“Bukan hanya soal efisiensi tapi juga aksi korporasi seperti merger, scaling up atau mengecilkan dengan divestasi bidang-bidang yang tidak menguntungkan, optimalisasi biaya dan penyesuaian produk,” jelasnya.
Faktor ketiga yang perlu dipertimbangkan adalah kolaborasi karena para pelaku industri teknologi memiliki base yang berbeda sehingga dapat menyebabkan biaya yang sangat tinggi jika dikelola sendiri.
“Kita bisa memanfaatkan kolaborasi untuk accelerate talent development dengan menggunakan resource yang sama. Ini bisa menekan biaya juga. Artinya di sini memanfaatkan ekosistem yang ada,” tambah Radju.
Faktor terakhir ialah penerapan ESG. Radju mengungkapkan ESG menjadi salah satu pencipta nilai. Ia mengatakan perusahaan tidak menerapkan ESG berpotensi kehilangan pelanggan, meningkatkan biaya regulasi, dan nilai perusahaannya akan terus turun.
“Ada value creation yang lebih yaitu penciptaan nilai baru dari strategi (perusahaan) itu sendiri. Jadi, menyelaraskan strategi kepada ekonomi yang berkelanjutan dan juga membuat produk baru yang sudah disesuaikan dengan prinsip ESG,” kata Radju.
(tar/roy)